Eramuslim.com – SUATU hari pada awal tahun 1999 bersama beberapa orang wartawan, kami diterima audiensi oleh Presiden BJ Habibie.
Saat itu hiruk pikuk reformasi mulai mereda. Belum muncul isu referendum Timor-Timur.
Ruang kerja Pak Habibie di pojok kanan Gedung Bina Graha, di Jalan Veteran, Jakarta.
Suasananya terasa sangat informal. Berbeda jauh dengan masa-masa Presiden Soeharto.
Pada masa Pak Harto, aura Bina Graha – juga menjadi kantor presiden – dan komplek istana secara keseluruhan, terasa sedikit angker, penuh wibawa. Apalagi bila bertemu langsung dengan Pak Harto.
Aura itu sangat terasa bagi siapapun yang pernah datang ke istana. Bahkan bagi kami wartawan kepresidenan yang sehari-hari mangkal di sana.
Pak Habibie menyambut kami dengan santai. Mengenakan jas warna coklat susu, kotak-kotak dengan garis kecil. Beliau mempersilakan duduk.
Sambil duduk di belakang meja kepresidenan, beliau menawarkan kacang rebus. “Ayo dik, ambil,” katanya sambil menyodorkan piring kacang rebus yang dimakannya.