Partai Demokrat yang sudah jelas-jelas membelot dengan sukacita melenggang tanpa beban.
PAN posisinya fifty-fifty. Ada yang menginginkan segera bergabung dengan Jokowi. Namun ada juga yang tetap memilih oposisi.
*Kelompok kedua,* tetap menginginkan Gerindra menjadi partai oposisi dan Prabowo menjadi simbol dan memimpin perlawanan.
Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri termasuk dalam kelompok ini. “Kalau saya bilang jangan, proses demokrasi itu adalah pemilihan. Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, menang,” kata Maher di rumah Prabowo, Jalan Kertanegara, Kamis malam (27/6).
Maher adalah teman masa kecil Prabowo. Dia sangat jarang memberikan pernyataan kepada media.
Namanya sempat jadi pembicaraan ketika Prabowo, Amien Rais, dan sejumlah petinggi PKS termasuk Ketua Dewan Syuro Salim Segaf Aljufri dan Presiden PKS M Sohibul Iman bertemu di rumah Maher, pada awal penyusunan nama paslon akhir Juli 2018.
Prabowo juga sudah mendapat kepastian akan mendapat dukungan dari PKS dan Partai Berkarya bila tetap memilih opsi oposisi.
Selain itu Prabowo juga dipastikan akan mendapat dukungan dari Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais. Pendiri PAN ini posisinya sangat berbeda dengan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan.
Selama ini Amien adalah salah satu figur yang menjadi pendukung utama Prabowo. Posisinya sangat keras menentang rekonsiliasi.
Hampir dalam setiap kegiatan penting, dan momen-momen yang menentukan selama pencapresan, Amien selalu mendampingi Prabowo.
Namun ketika Prabowo menyampaikan pidato pada Kamis malam (27/6), Amien tidak tampak. Padahal sebelumnya dia hadir di rumah Prabowo di Jalan Kertanegara 4, Jakarta.
Selain partai koalisi —minus Demokrat yang sudah pasti membelot— dukungan yang harus sangat diperhitungkan Prabowo berasal dari pendukung militan paslon 02.
Mereka terdiri dari emak-emak, umat, ulama, para simpatisan non partai, dan para pendukung partai lainnya. Jumlahnya kalau menggunakan data KPU lebih dari 68 juta suara.
“Jumlahnya sangat besar sekali. Ini bukan masalah Prabowo atau apa. Ini masalah 45 persen, atau 70 juta suara lebih. Itu harus dihargai. “Demokrasi harus selalu ada check and balance, jadi yang kuasa dikontrol oleh oposisi.”,” ujar Maher.
Secara matematis dan politis, kalkulasi Maher sangat jelas. Puluhan juta suara pendukung tadi tidak sepadan bila H-A-N-Y-A ditukar dengan satu, atau paling banyak dua kursi di kabinet.
Belum lagi bila kita bicara tentang masa depan demokrasi di Indonesia, masa depan politik Prabowo dan Gerindra. Bergabung dalam koalisi pemerintah adalah bunuh diri secara politik.
Banyak pendukung Prabowo yang sudah menyatakan kekecewaannya ketika mendengar koalisi dibubarkan. Mereka bertambah kesal, kecewa, dan marah ketika mendengar ada upaya mendorong-dorong agar Prabowo bersedia kompromi dan rekonsiliasi.
Sejumlah pendukung bahkan sudah berencana akan melakukan gugatan class action apabila hal itu sampai terjadi.
Mereka tidak ingin suara yang diamanahkan kepada Prabowo-Sandi disalahgunakan, diselewengkan untuk barter dan deal-deal politik dengan kubu Jokowi.
Banyak diantara mereka memilih Prabowo-Sandi, bukan semata hanya semata karena figur keduanya. Mereka ingin #gantipresiden. Mereka tidak ingin Jokowi kembali terpilih.
Meminjam bunyi pepatah : Berharap burung tinggi di langit, punai di tangan dilepaskan.
Berharap satu dua kursi di pemerintahan, puluhan juta suara dilepaskan. Sangat tidak sepadan!
Faktor jutaan pendukung inilah diyakini sang tokoh yang disebut di awal tulisan, akan membuat Prabowo istiqomah. Teguh pada pendirian. Tetap memilih jalan perjuangan sebagai oposisi.
Kita tinggal menyaksikan, takdir sejarah mana yang akan dipilih Prabowo. Harus dipertimbangkan masak-masak mengingat usia kronologis dan usia politiknya sudah memasuki masa senja.
Husnul khotimah (berakhir dengan baik), atau su’ul khotimah (berakhir dengan buruk) [end/hersubeno-arief.com]