Perlu diketahui jumlah nasabah Bank Mandiri pada tahun 2018 saja tercatat sebanyak 83,5 juta rekening. Artinya error “hanya,” sekali lagi “hanya” terjadi pada 8.3 juta rekening.
Awal Agustus listrik padam di DKI, Banten, dan Jabar lebih dari 10 jam. Moda transportasi publik, mulai dari kereta rel listrik (KRL), MRT, transportasi online lumpuh. ATM Bank tak dapat digunakan, jutaan orang kebingungan karena tak memegang uang cash.
Ekonomi digital yang sangat mengandalkan suplai listrik lumpuh. Bisnis UKM, restoran, minimarket, bahkan sampai warung pinggir jalan banyak yang tutup.
Di beberapa gedung sejumlah pengguna lift terjebak. Ratusan pompa bensin gelap gulita. Tidak ada hukuman terhadap direksi atau manajemen PLN dan Mandiri. Seolah semuanya peristiwa biasa saja.
Peristiwa terbaru Kamis (28/8) Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menolak penunjukkan dirinya sebagai Dirut Bank Tabungan Negara (BTN). Suprajarto mengaku tidak pernah diajak bicara. Tiba-tiba saja dicopot dari BRI dan dipindahkan ke BTN.
Pemindahan seorang petinggi Bank BUMN tidak bisa seenaknya begitu saja. Seperti memindahkan bidak di papan catur. Ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh. Ada fit and proper dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harus lolos Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin oleh Presiden.
Pengelolaan BUMN terkesan amburadul. Hal itu setidaknya tercermin dari pemalsuan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Piutang dimasukkan sebagai laba, sehingga neraca keuangan Garuda menjadi biru. Dari rugi menjadi laba.
Akibat skandal memalukan itu tidak ada direksi Garuda yang dicopot. Yang menjadi korban, disalahkan, dihukum malah kantor akuntan publik yang melakukan audit.
Menteri BUMN Rini M Soemarno menilai hal itu hanya kesalahan interpretasi. “Bukan pemalsuan, tidak ada pemalsuan sama sekali dan jangan lupa ini sudah diaudit oleh kantor akuntasi publik yang sudah mendapatkan sertifikasi, bahwa perintepretasinya dianggap salah harus diperbaiki iya kita perbaiki.”
Ringan sekali! (Tidak ada anak buah yang salah)
Berbagai rangkaian peristiwa di atas menunjukkan ada salah urus pada negara ini. Proses pembusukan sedang terjadi di seluruh sektor.
Puncaknya adalah kerusuhan di Papua. Bagaimana mungkin tiba-tiba peristiwa rasisme di Malang dan Surabaya terhadap mahasiswa Papua, memicu kerusuhan massif di dua provinsi: Papua Barat, dan Papua.