Golkar saat ini memiliki 91 kursi (14.75% suara). Tinggal butuh tambahan 21 kursi untuk memenuhi syarat presidential threshold 20% kursi (112 kursi) DPR atau 25% perolehan suara nasional.
Opsi pertama agar tiketnya aman, Jokowi sebenarnya bisa memilih Nasdem yang memiliki 35 kursi (6.72% suara). Partai besutan Surya Paloh itu juga telah memutuskan untuk mencalonkan kembali Jokowi. Sementara Hanura, jumlah kursinya hanya 16 (5.26% suara). Masih perlu tambahan 5 kursi lagi.
Dengan memilih menambah kursi Hanura, bukan Nasdem, tentu Jokowi punya kalkulasi sendiri. Faktor figur dan latar belakang Moeldoko tampaknya yang menjadi salah satu pertimbangan Jokowi.
Moeldoko adalah mantan Panglima TNI, sama seperti Wiranto yang sekarang menjadi Dewan Pembina Hanura. Lulusan terbaik Akabri 81 ini diperlukan Jokowi untuk menghadapi medan tempur yang akan dihadapi dalam Perang Baratayudha 2019.
Moeldoko menjadi purnawirawan perwira tinggi yang memperkuat pasukan Jokowi. Sebelumnya sudah ada Jenderal (Purn) Kehormatan Luhut Binsar Panjaitan, dan Jenderal TNI (Purn) Wiranto. Di barisan ini sebenarnya juga sudah ada mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) Kehormatan A.M Hendropriyono.
Partai pimpinan Hendropriyono PKPI juga sudah menyatakan mencalonkan kembali Jokowi. Hanya saja seperti halnya Surya Paloh, Hendropriyono punya kedekatan personal yang sudah cukup lama dengan Megawati.
Masuknya Jenderal (Purn) Kehormatan Agum Gumelar sebagai anggota Wantimpres, menambah lengkap skuad ini sebagai tim bertabur bintang. Selain pengalamannya yang sangat luas di militer dan birokrasi pemerintahan, Agum juga dikenal sebagai perwira intelijen yang mumpuni. Dia pernah menjadi Direktur A Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI, menggantikan Hendropriyono.
Tiga skenario
Setidaknya ada tiga skenario yang bisa menjelaskan mengapa Jokowi perlu memperkuat kabinetnya dengan tokoh parpol dan militer.