Sebagai presiden, Jokowi adalah media darling. Di medsos juga sangat populer dengan jumlah pendukung sangat banyak. Di Twitter followernya lebih dari 9,5 juta, di Facebook, jumlah penyuka fanpagenya mencapai 8 juta, hampir sama dengan follower Instagramnya. Biasanya bila ada yang berkomentar miring sedikit soal Jokowi, langsung dihajar para pendukungnya. Mereka yang dijuluki sebagai Jokower, tak mengenal kata ampun.
Tokoh-tokoh yang dikenal sangat kritis terhadap Jokowi seperti Fahri Hamzah, Fadlizon, dan Rocky Gerung acapkali menjadi korban perundungan. Tapi situasinya sekarang sungguh terbalik. Ratusan ribu netizen menyerbu, tanpa ada pembelaan. Para Jokower tiarap, kata orang Medan merondok, pergi entah kemana?
Sejak Rabu (21/2), sejumlah netizen juga mempersoalkan pernyataan Jokowi yang tidak akan menandatangani UU kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Mereka menilai Presiden berusaha cuci tangan, dan ingin dikesankan berpihak kepada rakyat. Pembahasan UU tersebut bagaimanapun juga dilakukan oleh wakil pemerintah dan DPR yang notabene didominasi oleh partai-partai pendukung pemerintah.
Sentimen negatif terhadap Presiden Jokowi di media juga meningkat tajam dalam pekan-pekan terakhir. Pantauan Evello, sebuah teknologi pemantau media sosial dan media online berbasis teknologi big data, pemberitaan tentang Jokowi masih tertinggi, namun sentimen negatifnya juga meningkat.
Dikutip dari lini masa salah satu peneliti Evello, Azis Subekti, volume pemberitaan Jokowi di media mulai dibayang-bayangi oleh Gubernur Anies Baswedan. Kendati masih kalah dibanding Jokowi, tone pemberitaan Anies lebih positif atau netral. Dari sisi virality, video Anies di Youtube lebih banyak di-share ke facebook dibanding video milik Jokowi.