Fenomena yang berbeda terlihat di seluruh kampanye Prabowo-Sandi. Mulai dari daerah-daerah yang diidentifikasi bukan basis pendukung Prabowo, sampai daerah yang menjadi basis pendukungnya, suasananya sama. Pecah.
Di Manado, Makassar, sampai Merauke di Papua, Prabowo disambut dengan gegap gempita. Begitu pula dengan Sandiaga yang berkampanye di Sorong, Papua Barat. Pada Pilpres 2014 daerah ini adalah lumbung suara Jokowi-Jusuf Kalla.
Di kota Bandung yang di kenal sebagai kandang Prabowo jangan ditanya lagi. Menggelar kampanye di lapangan Sidolig, Prabowo turun dengan tim lengkap. Semua petinggi partai pendukung hadir. Termasuk Agus Harimurti Yudhoyono mewakili SBY.
Di Kabupaten Bogor massa tetap membludag kendati tidak boleh menggunakan stadion Pakansari. Mereka terlihat sangat antusias dan rela berpanas-panas di areal parkir stadion.
Dua pemandangan yang sangat berbeda ini menunjukkan adanya fenomena massa mobilisasi versus massa partisipatoris.
Ciri-ciri massa mobilisasi hanya datang karena iming-iming mendapatkan imbalan. Mereka juga tidak militan, bahkan cenderung kontraproduktif seperti yang terjadi di Dumai. Massa cair ini juga bukan pemilih riil.
Sebaliknya massa partisipatoris sangat militan. Mereka rela datang dengan merogoh kocek sendiri, bahkan menyumbang dana kampanye.
Di Bogor Prabowo sampai tak bisa menahan haru karena sejumah buruh migran berpatungan memberikan sumbangan sebesar Rp 200 juta.
Fenomena yang sama juga terlihat di media sosial. Mesin pemantau percakapan Drone Emprit berkali-kali menyampaikan analisisnya. Akun pendukung paslon 01 banyak didominasi akun robot untuk memicu percakapan. Sebaliknya akun pendukun paslon 02 adalah akun riil. Akun robot hanya ramai di medsos, namun mereka tidak memilih.
Jangan terprovokasi
Solid dan membludaknya massa pendukung Prabowo-Sandi ini tentu sangat mengkhawatirkan. Jika dibiarkan kemenangan mereka hanya tinggal menunggu waktu.