Ketua TKN Erick Thohir mengelus-elus dagunya. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko wajahnya membeku. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terlihat termangu, tanpa ekspresi. Aura kekalahan sangat terasa menjalar di wajah-wajah anggota TKN yang hadir di arena debat.
Di depan layar televisi lebih dari seratus juta penonton juga terkejut. Mereka tidak menduga Jokowi akan mengucapkan kalimat itu.
Tidak pada tempatnya Jokowi mengucapkan hal itu pada clossing statement. Ibarat sebuah pertandingan sepakbola, penyataan penutup adalah tanda waktu pertandingan secara normal akan berakhir. Injury time. Waktu-waktu krusial yang sangat menentukan hidup mati sebuah tim.
Sepanjang lima babak debat, Jokowi terus tertekan. Prabowo tampil percaya diri. Gol-gol berhasil dilesakkan. Kalau dibuat skor moderat saja posisinya 5-0. Kalah telak. Seharusnya Jokowi total football menyerang. Berusaha dengan cara apapun untuk membalikkan posisi, atau setidaknya mengurangi defisit gol.
Namun yang terjadi malah sebaliknya. Jokowi mengibarkan bendera putih. Dia menyampaikan sebuah kalimat yang tidak bisa diartikan lain kecuali sebagai ucapan perpisahan ( farewell statement ), sekaligus “menitipkan” diri kepada Prabowo.
Jika kita cermat mengamati, Jokowi tidak sedang terpeleset lidah. Kalimat itu sudah dipersiapkan secara tertulis. Dari gerakan matanya terlihat Jokowi membaca teks yang sudah disiapkan.