Mengutip lama wikipedia ide awal penerbitan harian Kompas datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang mengutarakan keinginannya kepada Frans Xaverius Seda untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen.
Ahmad Yani menginginkan ada media yang bisa menandingi wacana Partai Komunis Indonesia. Frans kemudian mengemukakan keinginan itu kepada dua teman baiknya, Peter Kansius Ojong (Auwjong Peng Koen), seorang pimpinan redaksi mingguan Star Weekly, dan Jakob Oetama, wartawan mingguan Penabur milik gereja Katolik.
Singkat cerita koran yang semula akan diberi nama Bentara Rakyat itu terbit sebagai corong Partai Katolik. Nama yang dipilih Kompas, sesuai pemberian Presiden Soekarno. Pemimpin Redaksi pertamanya adalah Jacob Oetama.
Dengan latar belakang Kompas seperti, dugaan adanya faktor “kesengajaan” menenggalamkan berita Reuni 212 menjadi sangat sensitif.
Kompas harus bisa menjelaskan kepada publik bahwa kebijakan redaksinya benar-benar didasarkan pada prinsip-prinsip jurnalistik yang universal. Bukan hanya karena ingin menjilat penguasa, seperti telah diingatkan oleh P.K. Ojong, apalagi pilihan ideologis karena berseberangan dengan para pendukung Reuni 212.
Bila benar itu pilihan ideologi dan politik, maka akan menjadi semacam “bunuh diri” jurnalisme ala Kompas. (kl/hersubenoarief.com)
Penulis: Hersubeno Arief, Konsultan Media