Dana besar diperlukan, mulai dari pengamanan perizinan pemerintah, persetujuan DPRD, penggalangan publik opini berupa dukungan dari sejumlah LSM dan pemberitaan di media. Yang sudah terungkap dalam kasus ini adalah suap yang diberikan oleh Presiden Direktur PT Agung Podomoro Ariesman Widjaya untuk pembahasan Raperda. PT Agung Podomoro adalah salah satu pengembang di proyek reklamasi.
Bambang Widjajanto yang saat itu menjadi Wakil Ketua Komisi Pemberantatasan Korupsi (KPK) menyebut kasus suap Sanusi sebagai well organized crime. Artinya kasus Sanusi itu hanya bagian kecil dari sebuah kejahatan besar. Sudah tahu bahwa itu sebuah kejahatan yang teroganisir, kok masih juga dilawan?
Ini namanya Anies-Sandi mencari gara-gara. Apa Bambang Wijayanto yang kini ditunjuk menjadi Ketua Komite Pencegahan Korupsi (KPK) Ibukota tidak memberi tahu Anies-Sandi dengan siapa mereka berhadapan?
Apakah mereka tidak tahu bahwa para pengembang besar ini bila dihambat apalagi digagalkan keinginannya, bisa menggerakkan tangan-tangan kekuasaan yang tidak terlihat?
Apakah Anies-Sandi tidak ingat bahwa Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan berani pasang badan, agar proyek ini jalan terus. Luhut juga sampai menantang ada data, dengan para penentang reklamasi.
Apakah Anies-Sandi tidak tahu, tidak ingat, atau barangkali lupa bahwa sertifikat pengelolaan Pulau C dan D langsung diserahkan oleh Presiden Jokowi kepada Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat? Penyerahan dilakukan kurang dari dua bulan sebelum Anies-Sandi dilantik.
Apa artinya semua itu? Proyek ini harus terus jalan. Tidak boleh ada yang menentang, apalagi menghambat. Termasuk Anies-Sandi.