Jumlah pasukan TNI yang jumlah jauh lebih besar dibandingkan Polri juga menimbulkan pertanyaan. Sebab kehadiran pasukan TNI dalam operasi semacam itu adalah perbantuan untuk memperkuat Polri. Demikian pula halnya peran Panglima TNI yang bertindak sebagai inspektur upacara. Biasanya apel semacam ini dipimpin oleh Kapolri.
Acara akbar seperti reuni 212 ini bukan kali pertama digelar. Jika dihitung sejak Aksi Bela Islam (ABI) 1, sampai puncaknya Aksi 212 yang menghadirkan jutaan orang, terbukti selalu berlangsung aman. Jadi tidak perlu pengamanan yang berlebihan, apalagi menghadirkan peralatan tempur.
Di lapangan pada hari ini, aparat kepolisian dan TNI boleh dikatakan relatif nganggur. Mereka hanya menatap kosong para kafilah yang mengalir deras ke Monas. Sebagian tergagap dan kemudian mengumbar senyum ketika diberi salam dan diajak berjabat tangan oleh para peserta reuni.
Momentum Prabowo
Dengan lancar dan amannya Reuni 212 menjadi pertanyaan besar mengapa pemerintah, dan aparat keamanan seperti sangat ketakutan dengan kegiatan tersebut? Mengapa mereka mengerahkan segala cara agar acara tersebut gagal, atau setidaknya pesertanya tidak membludag?
Jawabannya cukup jelas. Keberhasilan kegiatan ini adalah indikasi berhasilnya konspirasi umat, terutama muslim perkotaan menjelang Pilpres 2019. Aksi serupa pernah berhasil menumbangkan Ahok pada Pilkada DKI 2017, maka bukan tidak mungkin juga bisa mengancam Jokowi. Apalagi Pilpres tinggal beberapa bulan lagi.
Secara afiliasi politik, para pendukung 212 adalah penentang Jokowi, karena dia dianggap sebagai pendukung utama Ahok. Dalam hal ini posisi Prabowo lebih diuntungkan. Kehadiran Prabowo pada acara reuni semakin mempertegas itu. Kendati hanya berpidato pendek karena khawatir dituding melakukan kampanye, namun kehadiran Prabowo merupakan signal politik yang sangat jelas. Apalagi kehadiran Prabowo mendapat sambutan yang luar biasa dari hadirin.