Fakta ini menunjukkan sebesar apapun kekuatan yang dikerahkan, akan sulit melawan kehendak rakyat, apalagi kehendak alam. Seorang penguasa dalam falsafah Jawa memang seharusnya peka terhadap tanda-tanda alam. Tanggap ing sasmito. Peka terhadap hal-hal yang bersifat simbolis.
Beberapa pekan sebelum pelaksanaan acara, aparat keamanan, dan sejumlah tokoh penting, termasuk para pemuka agama mencoba membangun opini, reuni ini tidak penting dan mengada-ada. Tak cukup hanya dengan membangun opini, ada kelompok yang mengancam akan membubarkan dan membuat acara tandingan serupa.
Menariknya mereka yang melakukan ancaman ini mengadakan jumpa pers di Markas Polda Metro Jaya. Kelompok yang menamakan diri “Jaga Indonesia” ini juga mengancam akan melakukan sweeping bendera tauhid. Foto-foto para aktivis “jaga Indonesia” bersama pejabat Polda Metro Jaya tersebar luas di dunia maya.
Sejumlah spanduk yang mengecam dan mendiskreditkan reuni disebar massif di berbagai sudut kota Jakarta.
Di media sosial para buzzer kubu inkumben juga diinstruksikan untuk tidak satupun menanggapi aksi reuni 212. Bahkan untuk sindiran atau satire pun tidak diperbolehkan. Mereka mencoba menenggelamkan isu tersebut di medsos dan media konvensional dengan mengangkat berbagai isu lain.