Pada tahun 2014 pemerintah menargetkan pertumbuhan sebesar 5.5%, realisasinya hanya 5.02%. Pada tahun 2015 dari target 4.88%, hanya tercapai 4.79% atau terendah selama enam tahun terakhir. Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi kembali meleset, dari target 5.1% hanya tumbuh 5.02%. Sementara pada tahun 2017 dari target 5.2%, hanya tumbuh 5.07%.
Utang pemerintah juga terus bertambah. Dalam 2.5 tahun Jokowi berkuasa tercatat utang pemerintah bertambah Rp 1.062 triliun. Pinjaman yang menggunung itu kata Menko Perekonomian Darmin Nasution karena pemerintah tengah gencar membangun infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur itulah yang kini tengah banyak disoroti. Kejar target yang harus selesai sebelum Pilpres 2019 ditengarai menjadi penyebab banyaknya kecelakaan fatal dalam beberapa proyek infrastruktur yang kini tengah dibangun.
Di luar itu kini yang tengah banyak dipersoalkan adalah kebijakan pemerintah yang mengimpor berbagai komoditi pangan. Pemerintah sangat aktif melakukan impor mulai dari beras, jagung, bawang, sampai garam. Padahal saat mencalonkan diri pada pilpres 2014 Jokowi berjanji akan menghentikan berbagai impor komoditi pangan tersebut bila terpilih menjadi presiden.
Tidak punya mimpi seperti Soekarno
Penguasa Indonesia saat ini, dalam analisis Robinson tersandera oleh kepentingan oligarki politik dan ekonomi.
Mereka tidak punya kepentingan untuk memproyeksikan Indonesia sebagai kekuatan regional, apalagi global.
Yang mereka pikirkan hanya bagaimana mengamankan posisi mereka dalam rantai produksi dan investasi global yang ada di Indonesia melalui jalur politik yang telah mereka kuasai.