Dalam beberapa video yang beredar seputar aksi pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, ada beberapa orang yang mengenakan atribut Banser. Tapi jelas tidak bisa disebut aksi itu dilakukan Banser. Banyak elemen lain yang terlibat.
Yang harus diwaspadai justru kemungkinan adanya operasi intelijen saling membenturkan antar-elemen bangsa.
Kelompok-kelompok ini—entah siapa mereka—sangat memahami posisi Banser yang kontroversial. Mereka mendorong Banser menjadi musuh bersama.
Sejauh ini operasi itu sangat berhasil. Indikatornya adalah #BubarkanBanser menjadi trending topic dunia. Pada saat bersamaan Banser didorong untuk merespon dan bereaksi.
Tercipta kegaduhan yang tidak perlu. Fokus pemerintah terpecah dan operasi pemisahan diri Papua dari bagian NKRI berjalan dengan mulus.
Seruan untuk membubarkan Banser adalah kepingan puzzle dari sebuah skenario besar. Mulai dari beredarnya video ceramah Ustad Abdul Somad, diikuti pelaporan ke polisi. Coba perhatikan siapa pelapornya dan siapa yang sibuk menggorengnya.
Tak lama kemudian ada aksi rasisme di asrama mahasiswa Papua, dan berakhir rusuh di Papua Barat.
Semua itu tidak boleh kita lepaskan dari hiruk pikuk politik nasional dan geo politik global.
Di Jakarta jelang pelantikan kabinet, sedang terjadi tarik menarik kepentingan kekuatan politik pasca bertemunya Jokowi dan Megawati dengan Prabowo. Papua bisa menjadi pintu masuk dan bargaining politik tingkat tinggi.
Dalam geo politik global, Papua adalah sebuah wilayah yang banyak diperebutkan oleh kekuatan politik dan ekonomi negara-negara adidaya dan Perusahaan multinasional.
Jika pemerintah tidak tepat dan bijak menangani Papua. Tidak tepat dan bijak menangani konflik antar-elemen bangsa, Papua bisa menjadi pintu masuk proses Balkanisasi.
Slogan Pancasila dan NKRI Harga Mati! Akan menjadi slogan masa lalu yang tak lagi berarti. [end]
Penulis: Hersubeno Arief