Menyadari kondisi obyektif di Afrika dan beberapa negara Asia sejak 2016, AS menyadari telah ketinggalan beberapa langkah dalam perang asimetris melawan Cina. Khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan.
Sehingga sejak masa akhir Obama berkuasa, sempat mengeluarkan kebijakan Poros Keamanan Asia. Yang mana Pentagon menindaklanjuti dengan mengirim 60 persen kapal perangnya ke perairan Laut Cina Selatan.
Pada era Trump, kebijakan Obama diteruskan, namun Pentagon merevisi di sana sini. Karena sadar AS mengalami defisit perdagangan dengan Cina dan bahkan dengan negara-negara Asia lainnya, termasuk ASEAN, pemerintah Trump berusaha mengimbangi dan menutup kerugiannya itu dengan menggalakkan ekspor senjata.
Sehingga pergeseran dari pendekatan ekonomi ke militerisasi dengan modus menggalakkan ekspor senjata, maka kawasan Asia, termasuk indonesia, berarti jadi arena peningkatan lomba senjata.
Alhasil, perlu cipta kondisi yang mengarah timbulnya konflik bersenjata. Maka perlu faktor pemicu. Apakah Papua termasuk sasaran cipta kondisi? Ini yang harus dibahas berbagai stakeholders kebijakan luar negri.
Jadi jangan cuma fokus pada Cina saja. AS dan blok Barat pun sama-sama lakukan cipta kondisi yang sama berbahayanya.
Maka, berbagai komponen bangsa harus melihat kasus Papua dalam perspektif menyeluruh. Seraya mengaktualisasikan kembali salah satu senjata pusaka non militer kita. POLITIK LUAR NEGRI BEBAS-AKTIF.
Dengan demikian, kita berpaling kembali pada kekuatan-kekuatan Asia Afrika sebagai negara negara berkembang bersatu sebagai kekuatan mandiri di luar kutub Barat maupun Timur.(end)
Penulis: Hendrajit
(Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute)
Jumat, 30-08-2019