Eramuslim.com – Dalam situasi stalemate (buntu) di Papua saat ini, saya membayangkan beberapa korporasi global macam Seven Sisters (the seven transnational oil companies) atau Petro China dan CNOOC yang sudah menegara itu, pada mengaktifkan para pakar geografi, budaya dan ekonomi di perusahaannya masing-masing.
Bukan saja untuk dapat gambaran mengenai pola konflik yang sesungguhnya berlangsung di Papua, tapi juga langkah antisipasinya ke depan. Apakah tetap melalui persuasi, perang saudara, atau invasi secara langsung.
Paralel dengan kejadian di Papua yang saat ini masih pada taraf rusuh sosial, Amerika dan Inggris sudah menggelar dua panggung untuk membendung Cina. Yaitu forum multilateral INDO-PASIFIK dan persekutuan EMPAT NEGARA(QUAD) AS, Australia, Jepang dan India.
Titik rawan pergolakan yang memperhadapkan AS dan sekutu-sekutu Barat versus Cina adalah di perairan Laut Cina Selatan dan Laut Cina Timur. Pada tataran ini, Papua merupakan salah satu choke point* buat kedua kubu.
(*Dalam strategi militer, titik sempit (choke point) adalah fitur geografis di daratan seperti lembah, defile atau jembatan, atau selat yang mau tidak mau harus dilalui sebuah pasukan untuk mencapai tujuannya, biasanya dengan front yang lebih sempit sehingga mengurangi kemampuan tempur pasukan tersebut. Titik sempit dapat memungkinkan pasukan bertahan yang lebih inferior untuk mengalahkan musuh yang lebih besar apabila pihak penyerang tidak mampu memusatkan kekuatannya)