Oleh Asyari Usman
Yang ditanam singkong mustahil panennya jagung. Kecuali, mungkin, di food estate yang dikelola Menhan Prabowo Subianto. Kalau beliau ini yang tak mungkin bisa menjadi mungkin.
Di food estate, Prabowo menanam singkong, panennya rumput. Bisa! Gagal singkong, pamerkan jagung polibag untuk menjawab kritik food estate gagal. Bisa!
Seorang Loyalis Buta Prabowo (LBP) belum lama ini membaggakan di Wall FB-nya tanaman jagung yang tampak indah di area food estate yang gagal itu. Iya juga nih, pikir saya. Eh, tak lama kemudian terbongkar hamparan jagung polibag itu.
Mengapa jagung polibag itu tidak di pindahkan ke “soil” (tanah)? Karena area gagal itu tidak subur sama sekali. Harus ditaburi berjenis pupuk supaya tanaman bisa tumbuh.
Baik. Kembali ke topik. Di semua sistem nilai, ada aksioma universal bahwa kalau sesuatu dimulai dengan kejahatan, maka ujungnya pasti kejahatan. Penipuan di awal, maka penipuanlah seterusnya sampai selesai. Curang sejak awal, maka bakal curanglah terus-menerus sampai selesai.
Bagaimana dengan food estate Prabowo? Penipuan atau bukan? Bohong atau jujur?
Jelas saja bohong. Seluruh rakyat dibohongi oleh Prabowo. Dan oleh Jokowi yang menyuruh Prabowo membangun lumbung pangan di Kalimantan itu. Memoles food estate dengan jagung polibag adalah penipuan sekaligus pembohongan publik.
Tapi, apa kata Prabowo? Ternyata dia senang-senang saja melakukan pemolesan itu. Artinya, dia enjoy melakukan pengelabuan.
Bagaimana dengan urusan pilpres 2024? Prabowo kembali menikmati kebohongan dan sejenisnya. Termasuk melanggar etik, menikmati kesewenangan Paman Usman di MK.
Prabowo ok-ok saja dengan putusan MK untuk perkara Nomor 90. Yang membukakan pintu bagi Gibran menjadi cawapres 02. Prabowo pura-pura tak tahu. Dia teruskan saja pendaftaran paslon ke KPU meskipun Gibran tidak etis dijadikan cawapres.
Prabowo tidak peduli. Bagi dia, etik tidak penting. “Ndasmu, etik,” kata beliau. Dia sedang mabuk kekuasaan. Prabowo kebelet ingin menjadi presiden. Mau dimulai dengan ilegal, mau bertentangan dengan etik, tidak masalah.
Dalam berkampanye, Prabowo diam saja ketika ada kekuatan besar yang, secara melawan hukum dan etik, patut diduga mengerahkan Polisi, TNI, ASN, KPU, dan lain-lain untuk menyukseskan paslon 02.
Kalau Prabowo menang dengan cara-cara kotor seperti ini, tentulah tidak mungkin hasilnya tidak kotor. Logikanya, proses produksi yang berlangsung dengan material-material kotor pasti akan menghasilkan produk yang kotor.
Itulah yang menjadi dasar aksioma bahwa awal yang tak beres akan menghasilkan ujung yang tak beres juga.[]
6 Januari 2024
(Jurnalis Senior Freedom News)