Eramuslim.com – Sebelum nanti ada yang bilang saya asbun/omdo/sok tau, saya tulis dulu profil saya:
– Jurusan S2 saya adalah Digital Forensik, dan saya memiliki sertifikasi internasional di bidang digital forensik dan lainnya.
– Jurusan kami dibawah bimbingan ahli digital forensik mabes Polri, yaitu bapak yang sering jadi saksi ahli pada kasus-kasus besar di tanah air.
– Saya memiliki pengalaman pada beberapa kasus, membantu beberapa rekan untuk mencari/menemukan bukti-bukti digital terkait UU ITE pada tingkat penegak hukum pusat dimana pada saat itu pihak penegak hukum sudah tidak melanjutkan kasus karena tidak bisa menemukan barang bukti, lalu saya bantu akhirnya kasus diangkat kembali.
– Pada beberapa kesampatan kami pernah diceritakan oleh bapak diatas ttg kasus yang menyeret artis-artis Indonesia beberapa tahun silam yang juga mirip dengan kasus ini, yang nanti akan saya bandingkan.
Skip….
FAKTA-FAKTA:
Berikut saya paparkan urutan kejadiannya:
– 02 Des 2016 : FH ditahan (bersama 10 orang dg tuduhan makar)
– 29 Jan 2017 : Muncul web berisi chat FH dan HRS.
– 16 Mei 2017 : FH naik status jadi Tersangka.
Undang-Undang yang bisa diangkat pada kasus ini:
– Pidana, Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu “menyuruh seseorang untuk menjadi model” pasal 8, “Disuruh” Pasal 4 dan 6.
– UU ITE, Undang-undang no 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu terkait “Mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”, Pasal 27 ayat (1).
Aturan tentang penggunaan bukti digital:
– Syarat agar suatu alat dapat dijadikan alat bukti digital adalah alat-alat bukti digital harus memenuhi unsur keterpercayaan, yaitu pada setiap file tidak boleh ada satupun yang “modified date” nya diatas tanggal ketika alat tersebut ditahan oleh petugas.
– Misal Hp FH ditahan pada 2 Des 2016 jam 16.00, maka jika ada satu saja file pada HP nya yang “Modified date” nya diatas tanggal 2 des 2016 pukul 16.00, maka HP tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti karena sudah terkena “data tampering”/pemodifikasian.
– Bukti-bukti digital adalah alat yang sangat fragile/rapuh/mudah termodifikasi, maka harus mengikuti prosedur khusus mulai dari pengangkutan alat bukti, penyimpanan, pengambilan alat bukti, pengekstrakan alat bukti, pembuktian alat bukti dst.
– Jika perlakuan alat-alat bukti dilakukan dengan cara biasa umumnya petugas pada kasus pidana maka alat bukti tersebut tidak sah digunakan pada persidangan.
Fakta-fakta tentang dunia IT:
1. Sangat mudah bagi kami orang-orang IT utk membuat chat WA palsu, semudah mahasiswa kami mengerjakan perkalian 4 digit.
2. Agak sulit untuk membuat audio palsu dengan suara identik meskipun bisa tetapi diperlukan waktu.
3. Relatif mudah bagi kami untuk mengecek apakah suatu foto asli/modifikasi.
4. Chat WA antar seseorang, adalah ranah privat tidak bsa dikenakan hukum kecuali ada aduan, sama seperti kita ngobrol, jika ada yang merekam maka baru bisa masuk pasal penyadapan, jika disebarkan masuk UU ITE (bagi yg menyebarkan).
ANALISA-ANALISA:
1. Pada Kasus ARL dan LM-CT digunakan UU ITE, yang menjadi tersangka dan dihukum adalah pembuat/penyebar yaitu ARL dan RD sedangkan LM-CT bebas karena secara logika ARL dan RD ada andil pada terbitnya barang tersebut sedangkan LM-CT tidak.
2, Pada Kasus FH, posisi FH mirip posisi LM/CT, yaitu sebagai korban/bukan penyebar, maka kemungkinan FH juga tidak akan dihukum meskipun sudah tersangka persis sperti LM/CT.
3. Untuk FH, CT, LM lebih pas jika menggunakan perdata/delik aduan, baru bisa diproses/dihukum setelah ada yang mengadu.
4. Pada kasus FH ini, yang mungkin bisa dihukum adalah penyebar/pembuat yaitu: pembuat website/chat.
5. Foto-foto pribadi di HP adalah private tidak ada hukumnya, sama seperti anda tidak dihukum karena tidak memakai baju ketika mandi. Karena ini masuk ranah pribadi. Baru ada hukum ketika disebarkan.
KESIMPULAN:
1. Kasus chat FH ini kemungkinan adalah gabungan antara foto pribadi yang sifatnya private (foto2 pribadi yg sulit utk ditemukan hukumnya), digabungkan dengan chat yang bisa dibilang meragukan keasliannya.
2. Melihat timeline kejadian, website muncul satu bulan setelah FH dan HP tersangka ditahan, maka jika diberitakan anonymouse lah yang membuat web/menyebarkan chat adalah impossible, karena posisi BARANG BUKTI MASIH DIPEGAN PETUGAS.
3. Ketika HP tersangka berada pada petugas, maka HP tidak boleh dinyalakan jaringannya karena jika dinyalakan akan merusak keaslian barang bukti/berubah “modified date” nya/tidak layak dijadikan barang bukti lagi.
Jadi urutannya: HP disita dengan prosedur khusus – ditaruh di tempat khusus penghilang jaringan – dilakukan bitstream copy / memorinya dikopi / – selanjutnya yang diutak atik petugas adalah kopian sedangkan HP asli disterilkan sampai proses persidangan membutuhkannya.
4. Berdasakan pada nomer 3, maka tidak mungkin anonymous melakukan hacking ke HP yang dalam kondisi mati/dibawa petugas.
5. Kemungkinan HRS dalam hal ini adalah PIHAK YANG TIDAK ADA HUBUNGAN SAMA SEKALI dengan kasus FH karena chatnya kemungkinan besar menurut saya palsu.
6. Membandingkan dengan kasus ARL, CT, LM maka pada kasus FH, FH menurut tebakan saya mungkin tidak akan dihukum, HRS mungkin menurut tebakan saya juga tidak akan dihukum.
7. Satu-satunya pihak yang kmungkinan mnurut saya akan dihukum adalah penyebar dengan pasal UU ITE pasal 27 (1) yaitu si pembuat website dan penyebar foto/chat sekaligus pasal fitnah/perbuatan tidak menyenangkan dan pelanggaran HAM menyebarkan alat bukti diluar persidangan.
8. Asli tidaknya foto FH tidak ada hubungan sama sekali dengan chat.
9. Akan sangat berbahaya bagi petugas untuk melanjutkan kasus ini, karena ujung-ujungnya bisa bumerang, masih ingat kan rentang waktu antara website/chat muncul dan penahanan tersangka? pada waktu website muncul posisi barang bukti masih ada pada petugas.
(Igun, 2017)
Sebarkan, kemenangan harus menang! (jk/pi)
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/pahlawan-akankah-hanya-menjadi-kenangan-untold-history-eramuslim-digest-edisi-9.htm