by M Rizal Fadillah
Semakin solid koalisi 01 dan 03 untuk menggulirkan Hak Angket di DPR. Semakin ketar ketir juga pendukung 02 menghadapi kepastian dimulainya penggunaan “senjata” Hak Angket. Terobosan ini mengejutkan pelaku kecurangan TSM dalam Pilpres 2024 yang menciptakan kemenangan palsu bagi pasangan 02. Monster QC dan RC harus dilawan oleh Rakyat. Tumpas dan tumbangkan.
Dukun “cendekiawan” palsu berteriak-teriak bahwa “Angket No, MK Yes” mengarahkan agar penyelesaian masalah Pilpres dibawa ke MK seolah-olah MK adalah makhluk suci bermutu tinggi. Rakyat sudah bisa melihat MK sebagai monster srigala berbulu domba. MK merupakan jebakan hukum kepentingan politik dari komunitas penjerat dan penipu.
“MK no, Angket Yes” adalah langkah cerdas melawan arogansi pemenang palsu. Para penjahat politik 2024 jangan dibiarkan tetapi harus dilawan. Buktikan bahwa rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan. Rezim “ndableg” Jokowi sudah waktunya untuk diakhiri. Mulailah dari penggunaan Hak Angket oleh anggota DPR yang masih memiliki hati nurani. Menyuarakan aspirasi rakyat “vox populi”.
Kata dukun “cendekiawan” palsu Hak Angket tidak bisa digunakan untuk menyelidiki KPU dan Bawaslu. Bohong dan tidak benar itu “pale loe pitak”. Hak Angket itu hak anggota Dewan yang diberikan berdasar UUD dan UU. Dipakai atau tidak hak konstitusional itu tergantung anggota Dewan. Siapa yang bisa larang ? Lagi pula baca dong definisi atau pengertian Hak Angket, coy.
Pasal 79 ayat (3) UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD menyatakan :
“Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu Undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”
Obyek penyelidikan Hak Angket adalah “pelaksanaan suatu Undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah”. Semua pelaksanaan Undang-undang bisa diselidiki berdasarkan Hak Angket, termasuk UU Pemilu. Organ pelaksana seperti KPU dan Bawaslu sudah pasti bisa diselidiki. Syaratnya bagi pelaksanaan itu ialah “penting, strategis dan berdampak luas”. Dan kegiatan Pemilu tentu memenuhi unsur ini.
Penggunaan Hak Angket tentu Yes. Sedangkan proses MK No karena MK telah hancur kredibilitasnya. Mahkamah Kongkalikong atau Mahkamah Kolaborasi ini harus ditolak dan disingkirkan jauh-jauh. Lagi pula masalah serius kini bukan soal perselisihan angka-angka Pilpres tetapi kecurangan atau kejahatan TSM Pilpres. Presiden, KPU, dan Bawaslu adalah penjahat itu.
Ketika sekurangnya 25 anggota DPR yang bukan hanya satu fraksi menyampaikan usulannya kepada Pimpinan DPR, maka itu adalah “starting point” dari gerakan rakyat. Rakyat mulai datang ke Gedung DPR untuk mendukung. Inilah kekuatan hakiki penguat perjuangan wakil-wakil rakyat baik pengaju maupun pendukung Hak Angket. Disadari atau tidak, Hak Angket adalah magnet dari gerakan rakyat.
Gerakan rakyat yang bergelombang membanjiri DPR mendukung penyelidikan kecurangan Pilpres adalah konstitusional. Rakyat berhak menunjukan bahwa ia berdaulat. Berteriak, mendesak, menuntut bahkan mengutuk sebagai improvisasi dari kejengkelan hegemoni budaya bohong, culas dan curang Rezim.
Jokowi harus bertanggungjawab. Mundur, mundur dan mundur. Secara sukarela atau terpaksa.
Sebagai magnet, angket bisa berkonsekuensi pada angkat dan angkut. Pulang naik angkot.
Kekuasaan pun segera tergusur.
Dan pendosa itu masuk ke liang kubur.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 25 Februari 2024