Haedar Nasir Versus LD-PBNU dalam Merespon Program Deradikalisasi Rezim Jokowi

Lebih lanjut, Haedar mengkhawatirkan, bahwa kekerasan yang dihadapi dengan kekerasan justeru akan melahirkan kekerasan baru tanpa berkesudahan. Ini terbukti dengan sangat terang-benderang, bahwa fenomena intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme tak pernah tuntas, tak pernah ada kejelasan, dan justeru semakin samar serta misterius.

Makanya Haedar malah menengarai, bahwa sebenarnya persoalan intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme sangat erat kaitannya dengan konspirasi global. Menurutnya semua itu pasti ada backingnya, ada sponsor dan dana besar di belakangnya. Kekuatan global itu bermain dan berkelindan dengan kekuatan domestik. Tujuannya tentu untuk menangguk keuntungan besar-besaran material dari bumi Indonesia.

Parahnya, Haedar menengarai, bahwa program deradikalisasi yang bias islamophobia itu memang justeru untuk terus diproduksi meskipun sejatinya obyeknya itu sendiri tak ada. Sebab program ini beraroma proyek. Maka pihak-pihak yang mudah goyah terhadap godaan rupiah pasti menjadi pendukung program tersebut.

Menurut Haedar, rezim Joko Widodo yang menerapkan program deradikalisasi (beraroma islamophobia) sejatinya sedang merugikan bangsa sendiri, wabil khusus merugikan umat Islam. Maka ia mengajukan konsep “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan dalam Perspektif Sosiologi”.

Konsep yang nir kekerasan. Ini sejalan dengan nilai kasih-sayang yang ada pada semua agama yang ada di Indonesia. Karena bangsa Indonesia sudah teruji sebagai bangsa yang memiliki sifat adaptif dan akukturatif. Contoh ekstremnya adalah penerimaan bangsa ini terhadap agama Katholik atau Protestan yang menjadi agama kaum penjajah.

Satu fakta lagi yang bisa diungkap untuk mengkonfirmasi analisis Haedar betapa baiknya dan betapa tolerannya bangsa Indonesia yang notabene mayoritas beragama Islam. Betapa tolerannya umat Islam Indonesia, dengan adanya fakta telanjang, bahwa ada segelintir etnis lain dan beragama lain, atau minoritas etnik dan minoritas agama tapi bisa menguasai 50% (mayoritas) aset nasional negeri ini.

Untuk itu, kita tidak boleh lelah mendorong moderasi atau sikap tawasuth! Kita musti terus menyadarkan pihak-pihak yang menggelorakan program deradikalisasi yang beraroma islamophobia! Konsep deradikalisasi yang dilahirkan dari Barat. Yaitu bangsa Barat yang sejarah panjangnya (ratusan tahun) kotor oleh lumuran darah kekejian dan kedzaliman (sejak era merkantilisme hingga detik ini).

Wallahu a’lam bishshawwab… [ faktakini]