Konyolnya lagi, setelah jadi Presiden, Joko Widodo berangkat ke Malaysia sebagai Kepala Negara untuk menyaksikan penandatanganan MOU mobil nasional antara produsen otomotif Proton milik Malaysia dengan sebuah perusahaan bodong asal Indonesia milik Hendropriyono (tempo.co, 06 Februari 2016).
Program pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang tak kalah sembrono, karena tumpang-tindih dengan jalur pipa distribusi minyak Pertamina. Jika projek tersebut diteruskan, akan membutuhkan biaya sangat mahal untuk memindahkan jalur minyak tersebut, sehingga harus dibatalkan (Walhi desak dibatalkan, bisnis.com, 16 Januari 2016).
Beberapa hari lalu Menteri BUMN Rini Soemarno telah mengumumkan akan melakukan grounbreaking 62 projek infrastruktur “super ambisius” senilai investasi sebesar Rp. 347,22 triliun (kontan.co.id, 19 Januari 2016). Pada hari ini, 21 Januari 2016, Presiden Joko juga telah melakukan groundbreaking projek kereta cepat jarak pendek Jakarta-Bandung (metrotv.com, 21 Januari 2016).
Projek kereta cepat Jakarta-Bandung yang dilerjakan oleh perusahaan dari China tersebut sangat kontroversial karena selain tidak menjadi kebutuhan mendesak, projek ini juga tanpa melalui studi kelayakan dan masih bermasalah dari segi AMDAL. Tak kurang dari Menko Maritim Rizal Ramli dan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan menilai projek tersebut tak masuk akal, karena Jakarta-Bandung itu jarak tempuhnya terlalu pendek, hanya 145 KM, tapi kereta cepat dengan jarak tempuh 250 KM per Jam.
Kami menilai pembangunan projek infrastruktur dengan gaya “slonong boy” dan “kesurupan”, tanpa kajian dan riset untuk menentukan kebutuhan, kemampuan dan tahapan, tanpa studi kelayakan, tanpa Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan bergantung sepenuhnya pada utang luar negeri dan pasokan bahan baku impor, pasti akan berunjung mangkrak.
Pembangunan infrastruktur yang bergantung sepenuhnya pada utang luar negeri sangat membahayakan, jika negara seperti China, tempat pemerintahan Joko-Kalla menggantungkan nasibnya, mengalami krisis ekonomi, maka bukan hanya Pemerintahan Joko Kalla yang mangkrak di tengah jalan. Rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang terlilit utang luar negeri juga terseret turut mangkrak dan tenggelam ke dalam perut bumi.
Kami berdoa, semoga kita tidak sedang dipimpin oleh seorang Presiden yang sedang gila dan kesurupan, yaitu gila dan kesurupan utang luar negeri, gila dan kesurupan infrastruktur, serta gila dan kesurupan investasi asing, tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari kebijakan tersebut terhadap aspek kenegeraan yang lain (aspek ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan).
Saat ini perampokan dan penjualan negara sedang berlangsung sangat ganas yang dilindungi oleh Paket Kebijakan Ekonomi Joko Widodo. Para perampok tersebut juga memanfaatkan seorang Presiden yang sedang gila dan kesurupan utang luar negeri, investasi asing dan infrastruktur.[]
Penulis: Haris Rusly Moti.