Bagaimana dengan masa depan mimpi pembangunan projek infrastruktur era Pemerintahan Joko-Kalla? Dari segi niat dan tekad, tentu program tersebut sangat baik, tepat dan dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Namun, jika dilihat dari sepak terjangnya (track record) sejak menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, Joko Widodo tampaknya bergaya “slonong boy” dan mirip orang sedang “kesurupan” dalam menjalankan pemerintahan, khususnya dalam menggerakan pembangunan projek infrastruktur.
Joko Widodo tampak tak begitu peduli pada riset untuk menentukan prioritas, tahapan dan kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur. Joko Widodo juga tak terlalu peduli dengan studi kelayakan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat mutlak dalam pembangunan infrastruktur.
Itulah mengapa Joko Widodo sering melakukan berbagai kecerobohan dan inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur. Saat masih menjabat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, sejumlah programnya mangkrak justru setelah di-groundbreaking.
Ketika menjadi Wali Kota Solo, Joko Widodo membuat gebrakan program mobil Esemka yang telah mangkrak ditelan bumi. Projek rail bus Batara Kresna yang menghubungkan Solo-Wonogiri, juga hanya berjalan 3 tahun ketika mangkrak pada 2014, yang meninggalkan kerugian sebesar Rp.16 miliar (solopos, 21 Juni 2013, detik.com 05 Juli 2014).
Saat menjadi Gubernur DKI, beberapa rencana programny Joko Widodo juga mangkrak di tengah jalan, diantaranya adalah projek deep tunel karena tidak memperhitungkan tanah Jakarta yang gembur, sehingga kalau dilanjutkan akan menyebabkan longsor besar (merdeka.com, 8 Mei 2013). Program sodetan kali Ciliwung-Cisadane juga tidak memperhitungkan jika kali tersebut telah mengalami sedimentasi parah, dan jika diteruskan, banjir besar bakal melanda wilayah Banten.