Gerakan Islam di Mesir merupakan salah satu elemen penting di Mesir. Mereka mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat. Meskipun, mereka sangat dibatasi pengaruh politiknya di dalam kekuasaan. Tapi, mereka tetap eksis dan terus berkembang, dan merambah ke berbagai sektor kehidupan di Mesir.
Nampaknya, pemerintah Mesir tidak ingin pengaruh Gerakan Islam di Mesir, khususnya Ikhwanul Muslim, mempunyai pengaruh yang luas di negeri itu. Pemerintah Mesir berusaha mengeleminir kekuatan gerakan itu, tapi tetap tidak berpengaruh secara mendasar, dan belakangan ini terlalu sering penangkapan terhadap anggota dan para tokohnya.
Memang, saat ini di Mesir gerakan politik dan keagamaan yang paling berpengaruh, tak lain adalah gerakan Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hasan al-Banna, di tahun 1928. Kira-kira sudah hampir 80 tahun umur Ikhwan. Gerakan ini pengaruhnya bukan hanya di Mesir, dan sekarang mempunyai 77 cabang di seluruh dunia. Tentu, yang perlu mendapatkan perhatian, bagaimana Gerakan Ikhwan di Mesir, yang sekarang ini dihadapkan sebuah persoalan besar, yaitu pergantian kekuaaan di negeri Pyramid itu.
Presiden Mesir, Hosni Mubarak sudah terlalu tua, umurnya sama dengan umur Gerakan Ikhwan, mencapai 80 tahun. Mubarak lahir di el-Mesella, al-Mounofiyeh, 4 Mei, 1928. Dan, Mubarak sudah sering sakit-sakitan. Suatu ketika berpidato di hadapan para diplomat, tiba-tiba ia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Kekuasaannya sudah terlalu lama. Hampir tiga dekade, alias hampir 30 tahun. Sangat panjang. Mubarak, menggantikan Presiden Anwar Sadat, yang terbunuh, ketika merayakan ulang tahun militer Mesir, 6 Oktober, tahun l981, dan ketika itu seorang perwira militer, yang bernama Khaled Islambouly, memberondongkan senjatanya ke arah Anwar Sadat, dan kemudian tewas. Lalu, Mubarak, yang menjadi Kepala Staf Angkatan Udara menggantikan Anwar Sadat.
Sejarah Ikhwan di Mesir, tidak pernah terlepas dengan perjuangan yang berorientasi perbaikan terhadap kekuasaan, dan usahanya yang sangat sungguh-sungguh dan serius, membebaskan negara dan bangsanya dari penjajah, yang sampai mengakibatkan pendirinya Hasan al-Banna, dibunuh aparat militer di jamannya rezim Farouk. Farouk yang menjadi kolaborator Inggris, berhadapan dengan gerakan Ikhwan, yang memang menginginkan kemerdekaan dan kebebasan, dan tidak mau dijajah oleh Inggris. Namun, kepentingan Inggris di Mesir dan Timur Tengah, terlalu besar, dan tidak dapat mentolerir terhadap gerakan Ikhwan, yang menjadi ancaman penjajah Inggris, yang bercokol di Mesir.
Ketika, pemimpin tertinggi gerakan Ikhwan itu Hasan al-Banna terbunuh, tidak menimbulkan kevakuuman (kekosongan) kepemimpinan. Kemudian, kepemimpinan Hasan al-Banna digantikan oleh Hasan Hudaibi, seorang pengacara yang lebih tenang. Masa-masa kritis dapat dilaluinya dengan baik, dan sampai gerakan Ikhwan memasuki fase baru. Dan, Hasan al-Bana, ketika terbunuh masih dalam usia yang amat belia, sekitar 40 tahun. Tapi, pengaruh al-Banna, begitu luas, dan berhasil membangkitkan semangat rakyat Mesir, yang waktu itu dijajah Inggris.
Sepertinya, gerakan Ikhwan itu, tak pernah berhenti menghadapi cobaan, yang selalu mengancam eksistensinya. Tetapi, selalu pemimpin-pemimpin dapat membawa gerakan itu, selamat dari situasi yang sulit. Tentu, cobaan yang paling berat dihadapi Ikhwan adalah di zamannya Gamal Abdel Nasser, yang berkiblat ke Soviet. Konon, Nasser sendiri, sebelumnya berinteraksi dengan gerakan Ikhwan, dan menjadi anggota apa yang disebut ‘Tandzim Khos’, yang merupakan salah satu sayap militer dari gerakan Ikhwan, dibangun di zamannya Hassan al-Banna, tujuannya untuk membebaskan negeri Palestina, yang terjajah Israel.
Di zamannya Gamal Abdel Nasser di Mesir terjadi kekerasan politik yang amat luar biasa, di mana Nasser melakukan penangkapan besar-besaran terhadap anggota dan tokoh Ikhwan, yang jumlahnya ribuan orang, dan banyak diantara tokoh yang dihukum mati, diantaranya Sayyid Qutb, Ali Audah, dan sejumlah tokoh lainnya. Sekali lagi, kekerasan politik yang dilakukan setiap rezim yang berkuasa di Mesir, tidak menyebabkan gerakan Ikhwan itu menjadi berhenti, dan mengalami disorientasi. Tapi, para pemimpin Ikhwan tetap dapat menata gerakannya, dan terus berkembang, di seluruh wilayah jazirah Arab, dan bahkan tempat-tempat lainnya.
Mengapa mereka selalu bisa selamat dari krisis, ketika menghadapi berbagai kekuasaan, yang begitu repressif? Ikhwan memiliki landasan ideologi yang kokoh dan methode gerakan yang jelas, yang merupakan warisan para pemimpinnya hingga sekarang. Mereka menuliskan buku-buku yang menjadi rujukan yang selalu penuh dengan nilai-nilai yang bersumberkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Hasan al-Banna, Sayyid Qutba, Hasan Hudaibi, Mustafa Masyhur, Musytafa as-Syiba’I, Said Hawa, Yusuf Qardhowi, Fathi Yakan, dan sejumlah pemimpin Ikhwan lainnya. dan mereka adalah para pemikir, yang sangat kaya gagasan pemikiran yang menjadi sumber inspirasi generasi berikutnya, dan tidak pernah kering.
Sekarang, di Mesir sedang dihadapkan persoalan besar, yang mengharuskan gerakan Ikhwan terlibat, yaitu mensikapi perubahan kekuasaan, yang akan berlangsung. Mubarak yang sudah lanjut, dan terlalu tua itu, nampaknya akan mewariskan kekuasaannya kepada anaknya, Gamal yang sekarang menjadi Sekjen National Democratic Party (NDP) di Mesir, yang nampaknya sudah disiapkan oleh Mubarak. Langkah Mubarak inilah yang sekarang ini ditentang keras oleh Mursyid ‘Aam, Ikhwanul Muslimin, Mahdi Akif. Dalam pernyataan di Cairo, pemimpin Ikhwan itu menyatakan : “ Di Mesir tidak ada lagi Mubarak baru”, tegasnya. Artinya, gerakan Ikhwan menolak pengaliah kekuasaan dari Mubarak kepada anaknya, yaitu Gamal.
Gerakan Ikhwan di Mesir bukan hanya menghadapi hegemoni Mubarak di Mesir, tapi gerakan Islam itu, juga harus menghadapi pengaruh politik AS di kawasan Timur Tengah, yang mempunyai implikasi semakin congkaknya entitas politik Zionis-Israel, yang sekarang menguat dengan menangnya kelompok sayap kanan di Israel, Partai Likud dan Parti Yisrael Beiteinou, yang dipimpin Netanyahu dan Lieberman. Kemenangan kedua kelompok sayap kanan di Israel ini, sangat berpengaruh terhadap gerakan Islam, termasuk Ikhwan di Mesir, yang sekerang sedang berusaha melakukan perubahan.
Rezim Mubarak yang merupakan sekutu AS, yang sudah berlangsung hampir tiga dekade, dan sekarang ini menjelang akhir kekuasaannya, AS ingin mendapatkan pijakan baru, yang akan menggantikan Mubarak, dan tidak mungkin akan mentolelir perubahan politik, yang mengancam kepentingan mereka di Timur Tengah. Dan, sejumlah rezim di Timur Tengah sudah melakukan pengalihan kekuasaan kepada keturunan mereka, seperti di Yordania, Syria, dan Mesir sedang dipersiapkan oleh Mubarak. Gerakan Ikhwan terus melakukan langkah-langkah yang berupaya membebaskan negeri-negeri mereka dari para kolaborator asing (AS, Israel, Uni Eropa), yang sekarang ini sedang menjerat negara-negara Arab.
Di Timur Tengah dan Negara-negara Arab, nampaknya demokrasi tidak dapat menjadi harapan, atau solusi bagi perubahan yang mereka inginkan, dan seperti Hamas, yang sudah memenangkan pemilu di tahun 2006, dan menguasai 60 persen kursi parlemen, tapi tetap ditolak oleh Israel, Barat dan sekutunya. Maka, perubahan di Mesir menurut seorang kolumnis Mesir, Fahmi Huwaidi, perlu landasan yag kokoh, yaitu dukungan masyarakat yang luas. Dan, Ikhwan terus membangun landasan itu, guna memperbaiki Mesir. (m)