Genre Baru J-Pop: Romansa Ulama Ditindas Penguasa

Barangkali karena kurang mendapat nasihat atau masukan, Pak Jokowi terang terangan minta dikritik. Kritikan model apa yang dirindukan Pak Jokowi? Publik benar2 menunggu klarifikasi dari Pak Jokowi, agar tidak dibui.

Sebab diamnya presiden tentu menimbulkan prasangka di kalangan masyarakat. Ataukah Pak Jokowi juga latah meniru konsep grup idola K-Pop yang hanya merespon suara para penggemarnya? Bagi pemuja, kritikan terhadap idola, bukan budayanya.

Karena itulah, manakala ustad Maheer At Thuwailbi meninggal dunia di ruang tahanan Bareskrim Polri, tidak muncul penjelasan. Apalagi permintaan maaf dari petinggi kepolisian maupun petinggi negeri, meski dibombardir oleh kritikan.

Mungkin mereka tengah asyik menyimak ulang adegan pembalasan sang dokter dalam drama fenomenal The World of the married? Jika sang dokter balas dendam lantaran ulah pelakor, lantas alibi yang ingin disampaikan rezim ini? Sebab mereka sesungguhnya yang menjadi subyek kekerasan.

Atau para penguasa tengah menikmati penampilan Black Pink? Maklum mereka tak sekadar menjual musik, grup idola asal Korea ini menyuguhkan koreografi yang membuat jutaan fans berteriak histeris. Bahkan dalam konser daring, Super Junior dan Red Velvet, menggabungkan penampilan artis dengan teknologi AR, grafik, serta video call antara idola dan penggemar.

Jika mencermati, ada kesamaan konsep antara grup K-Pop dengan Pak Jokowi yang mengusung genre baru: J-Pop. Yaitu aspek totalitas untuk mendukung sukses berkesinambungan.
Pak Jokowi mengeluarkan segenap daya untuk mewujudkan pentas paling akbar di tahun 2024: Pemilu serentak. Adapun
para elite politik yang berperan sebagai penari latar ikut jungkir balik mati matian agar tongkat komando tidak terlempar diambil alih lawan.

Sementara di panggung lain, ada pentas romansa para ulama. Penulis drama terkenal Oscar Wilde, membingkai romansa sebagai ketidak pastian hidup. Dan di bagian itulah terpampang drama kehidupan ulama yang sesungguhnya.

Penulis Adalah Pemerhati Seni