Masalah keberpihakan SMI terhadap rakyat Indonesia, karena garis ekonomi neoliberal yang disandangnya. Saya rasa sudah pasti kebijakan yang dikeluarkannya tidak akan selaras dengan prinsip Keadilan Sosial. Kebijakan neoliberal akan selalu mempertahankan liberalisasi finansial, liberalisasi perdagangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja, dan pengetatan anggaran (pemotongan anggaran publik dan pengejaran pajak usaha kecil). Semua kebijakan yang akan memperburuk ketimpangan pendapatan di suatu negara. Buktinya, selama SMI menjabat sebagai Menteri Keuangan SBY tahun 2005-2010, indeks Gini Ratio terus merosot dari 0,36 ke 0,38.
Kini selama 2 tahun (2016-2017) di Kabinet Jokowi, indeks Ginio Ratio relatif stagnan di 0,39 –meskipun Presiden Jokowi sejak 2014 hingga 2016 sukses turunkan Gini ratio dari 0,41 ke 0,39 pada era Menkeu Bambang Brodjonegoro. Seharusnya bisa lebih cepat (penurunan hanya 0,03 selama semester terakhir) karena Jokowi sudah berusaha keras melakukan kebijakan yang berkeadilan seperti pembagian sertifikat tanah.
Kebijakan austerity policy yang dilancarkan oleh SMI pada 2 tahun pemerintahan Jokowi, selain menghambat penurunan indeks Gini Ratio, juga melemahkan daya beli dan daya saing ekspor. Tentang penurunan daya beli juga telah dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Jokowi sendiri juga mengonfirmasi rendahnya posisi ekspor kita dari negara-negara tetangga. Akankah Presiden terbuai dengan berbagai penghargaan yang mengilusi realitas sebenarnya perekonomian kita?