Ketika suasana jelang Pilkada DKI memanas dan Ahok menyerang Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di pengadilan, Luhut turun tangan langsung. Bersama Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya, Luhut malam-malam bergegas menemui Ma’ruf Amin di rumahnya. Padahal Luhut menjabat sebagai Menko Maritim, tidak ada urusannya dengan masalah politik.
Begitu juga dengan kasus reklamasi Pantai Utara Jakarta, Luhut menyatakan “pasang badan” menghadapi para penentang. Kebetulan dalam kasus reklamasi posisinya sebagai Menko Maritim memang nyambung. Pada kasus Nobar dan isu 5.000 senjata tidak satupun kata yang muncul dari Luhut.
Nabok nyilih tangan
Reaksi Presiden yang santai, rileks dan kalem mengindikasikan bahwa Gatot berada dalam koridor “permainan” yang bisa dikendalikan. Dalam konteks pergulatan kekuasaan (power game), pada kedua isu itu justru Jokowi sesungguhnya yang menjadi “aktor utama.”
Dalam peribahasa Jawa dikenal sebuah istilah “nabok nyilih tangan.” Menampar, memukul orang, dengan meminjam tangan orang lain.
Yang menjadi sasaran pemukulan pada isu 5.000 senjata adalah institusi Badan Intelijen Negara (BIN) yang kini dipimpin oleh Jenderal Budi Gunawan orang dekat Ketua Umum PDIP Megawati. Sementara pada isu Nobar yangmenjadi “korban” adalah PDIP dan Megawati.
Kita pasti belum lupa bagaimana Jokowi “menyingkirkan” Budi Gunawan sebagai kandidat Kapolri dengan cara yang sangat dingin. Momentumnya saat itu yang menabok Budi Gunawan adalah KPK dengan menetapkannya sebagai tersangka.