Setelah tengok kiri, tengok kanan, akhirnya balik kanan. Dia jujur ngaku tidak pernah turun ke pasar. Erick juga melemparkan tuduhan, jelang pilpres ini banyak yang turun ke pasar untuk pencitraan.
Siapa? Pastilah yang dimaksud Sandiaga Uno, sahabat masa kecilnya, juga partner bisnisnya. Gegara elektabilitas jagoannya terus turun, kelihatannya Erick mulai melanggar pantangan “Satu guru satu ilmu, jangan saling mengganggu.”
Demi kepentingan politik, dia juga melupakan prinsip “a friend in need is a friend indeed.” Seorang teman sejati selalu ada ketika kita butuh bantuan. Tinggal kita tunggu bagaimana nanti sikap Erick kalau Sandi, Insya Allah terpilih.
Lucunya walaupun ngaku gak pernah ke pasar, Erick menyimpulkan harga-harga tetap stabil. Gaya Erick ini membuat kita ingat hikayat lama orang buta yang memegang ekor gajah. Dia langsung menyimpulkan gajah itu bentuknya bulat dan panjang. Diujungnya ada rumbainya. Hi…hi…hi….
“ Kalau ada yang melemparkan tuduhan harga naik. Itu bohong. Harga-harga stabil, ekonomi terus tumbuh,” tegasnya.
Malamnya Erick bertemu milienial. Acaranya ngopi bareng. Yang datang sepi. Beda banget dengan Sandi. Dalam setiap kunjungannya ke berbagai kota, para milenial dan pengusaha pemulu berjubel berebut bertemu Sandi. Bagi mereka Sandi adalah panutan.
Sebagai pemain pengganti Erick juga rajin melakukan tackling. Dia tahu pasti aman, tak bakal kena kartu merah, karena wasit pasti cincai dengannya.