Kebiasan Trump mengumbar pernyataan yang di luar adab dan kebiasan kepresidenan sungguh mencengangkan. Seperti bensin yang disiramkan ke api, membuat nyala kebencian di kelompok pendukungnya terhadap kelompok yang tidak mendukungnya semakin tinggi menjadi-jadi. An administration without decency.
Di sisi lain, Trump membuat Amerika Serikat seperti pendatang baru di muka bumi. Atau setidaknya, Amerika Serikat tampak sebagai aktor yang canggung dan salah tingkah di panggung dunia.
Trump berhasil memaksa kawan-kawan tradisional Amerika Serikat memalingkan wajah dan mencemooh negara itu. Trump membuat Amerika Serikat yang adalah pioneer multilateralisme seakan memilih jalan sepi sendiri.
Ia membuat anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mempertanyakan manfaat jalan bersama Amerika. Trump menarik Amerika Serikat keluar dari Organisasi Dagang Dunia (WTO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan baru-baru ini dari kesepakatan lingkungan Paris Agreement.
Keinginan meninggalkan Paris Agreement dimulai di bulan Juni 2017, saat AS membatalkan keikutsertaan dalam Paris Climate Deal yang ditandatangani 196 negara.
Di awal pemerintahannya, November 2016, Trump hengkang dari Trans-Pacific Partnership. Di bulan Oktober 2017, AS bersama Israel menarik diri dari Unesco, dan menyebut lembaga itu anti-Israel.
Di bulan Desember 2017 Trump meninggalkan negosiasi Global Compact for Migration yang diusulkan PBB.
Mei 2018, Trump membatalkan perjanjian nuklir dengan Iran, Joint Comprehensive Plan of Action, yang disusun tahun 2015 oleh lima Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, Jerman, dan Iran.
Sebulan kemudian, AS juga keluar dari Dewan HAM PBB (UNHRC) dan menuding lembaga itu anti-Israel. Diikuti dengan penarikan diri dari Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB (UNRWA) yang didedikasikan untuk pengungsi Palestina. Menurut Trump, lembaga ini pun anti-Israel.
Di bulan Mei tahun ini Amerika Serikat juga menarik diri dari sejumlah kesepakatan kontrol senjata dengan Federasi Rusia.
Adab Trump di arena pergaulan dunia ini rasa-rasanya menguntungkan Republik Rakyat China.
Pekerjaan Xi Jinping mendominasi dunia menjadi lebih mudah. Tak perlu terlalu repot menghadapi retorika perang dagang Amerika Serikat. Toh, tanpa diminta Trump telah mengucilkan Amerika Serikat.
Dari sudut pandang inilah, tidak berlebihan bila ada yang mengatakan sesungguhnya Trump adalah presiden AS terbaik untuk China.
Nah, era itu sudah berakhir. Di akar rumput slogan yang diperkenalkan Trump, “Make America Great Again”, telah diganti dengan slogan baru: “Make America Normal Again”.
Singkatnya: Amerika Serikat yang hegemonik tanpa Trump, seperti sebelumnya. (RMOL)
Penulis: Teguh Santosa, Wartawan Senior