Ekonomi dan Korupsi, Bukan Radikalisme!

Eramuslim.com – SAYA seharusnya marah kepada Presiden Joko Widodo dan para menterinya. Ada beberapa alasan penting kenapa saya layak marah kepada mereka. Antara lain, sebagai rakyat dan pembayar pajak saya berhak berharap punya Presiden dan menteri yang benar-benar profesional, mengerti tugas dan fungsinya, serta berintegritas.

Sebagai Presiden, Jokowi tidak membuktikan dirinya seorang profesional. Buktinya, dia abai terhadap kapasitas dan kapabilitas para pembantunya. Di periode kedua kekuasaannya, dia masih saja memilih orang-orang yang terbukti gagal menjalankan tugasnya. Sri Mulyani, Luhut Binsar Panjaitan, dan Airlangga Hartarto, misalnya. Mereka adalah barisan pejabat publik yang terbukti gagal tapi kembali dipercaya menghela perekonomian, agar negara maju dan rakyat sejahtera.

Mantan pengusaha mebel itu juga mengabaikan aspek integritas yang harus melekat pada para pembantunya. Dari 34 menteri, ada sembilan yang pernah terseret kasus korupsi. Mereka adalah Airlangga Hartato (Menko Perekonomian), Agus Gumiwang (Menteri Perindustrian), Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri), Luhut Binsar Panjaitan (Menko Maritim dan Investasi), dan Ida Fauziah (Menteri Ketenagakerjaan).

Empat nama lainnya, Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia), Abdul Halim Iskandar (Menteri  Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Syahrul Yasin Limpo (Menteri Pertanian), dan Zainudin Amali (Menteri Pemuda dan Olah Raga).

Ekonomi Jeblok

Pada tulisan kali ini, saya tak hendak menyentuh aspek hukum yang menyeret sembilan nama tadi pada kasus korupsi. Joko dan para hulubalangnya akan gampang mengelak, dengan mengatakan semuanya belum terbukti di pengadilan. Tentu saja, argumen itu benar. Tapi siapa pun tahu, di negeri ini politik bisa mengendalikan dan mempermainkan hukum. Jadi, sudahlah…