Eijkman Korban Ngawurisme

Keterpaduan penelitian yang sudah lama diwacanakan oleh Dewan Riset Nasional (DRN) hingga hari ini masih sekedar mimpi di siang bolong. Posisi DRN makin lemah selama lima tahun terakhir. Ini menjelaskan mengapa kapasitas inovasi bangsa ini makin tertinggal.

Saya ragu apakah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diamanahkan dalam UU 19 tentang Sisnas Iptek) yang langsung di bawah Presiden akan mampu mengorkestrasikan banyak lembaga riset yang jauh lebih tua seperti LIPI, LAPAN, BPPT, LBM Eijkman dsb. Apalagi jika Dewan Pengarah BRIN diambil dari kalangan politikus atau bahkan Ketua Partai berkuasa.

Dengan mengambil kesempatan yang dibuka oleh pandemi Covid-19 sebagai  public health emergency of international concern, sulit menolak kesan kecenderungan ngawurisme pemerintah saat ini.

LBM Eijkman yang semestinya paling kompeten untuk menetapkan apakah status pandemi ini layak diteruskan, malah dilemahkan.

Seperti persekolahan tidak pernah dirancang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai prasyarat budaya bagi bangsa merdeka, BRIN tidak dirancang untuk membangun kedaulatan Iptek yang diperlukan untuk melengkapi bangsa merdeka itu dengan Iptek untuk bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Para peneliti bangsa ini akan diposisikan sebagai pemulung Iptek, jika bukan jongosnya. Wis pokok-e awuren wae! (RMOL)

Penulis adalah Gurubesar Perkapalan ITS Surabaya