Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat, Aktivis Gerakan Islam
Proyek IKN akan mangkrak. Begitu, ulasan sejumlah pengamat menyimpulkan masa depan proyek ambisius Jokowi, terutama pasca Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe mundur sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN).
Penulis jadi teringat, pada Senin, tanggal 17 Januari 2022 lalu mengadakan agenda Konferensi Pers menolak proyek IKN. Saat itu, selaku ketua panita dari KPAU penulis mengambil tema *TOLAK PINDAH IBUKOTA NEGARA, PROYEK OLIGARKI MERAMPOK UANG RAKYAT.*
Sejumlah narasumber penulis diundang. Ada Bung Agung Wisnuwardana dari aktivis 98, Bung Muhammad Ishaq selaku Ekonom, ada Bang Azam Khan sebagai Advokat, Ustadz Irwan Syaifulloh selaku tokoh pergerakan, ada Bung Rizki Awal hingga Bang Edy Mulyadi, Wartawan Senior FNN.
Mulanya, kabar yang beredar tanggal 18 Januari RUU IKN akan masuk peripurna dan disahkan. Dan benar saja, dalam pembicaraan tingkat 1 pada 18 Januari 2022 dini hari pada pukul 00.30 WIB, telah disepakati bahwa Ibu Kota Negara diberi nama Nusantara.
Luar biasa, hanya dalam waktu 40 hari RUU IKN resmi diundangkan. Karena kontroversi itulah, sejumlah video penyampaian Nara sumber dalam agenda yang kami lakukan, viral diberbagai platform sosial media. Seluruh Nara sumber mendapat perhatian masyarakat.
Video Edy Mulyadi yang paling viral. Karena kritiknya pada Prabowo selaku Menhan yang tak paham bahaya IKN di Kaltim dan ancamannya bagi kedaulatan dan pertahanan negara, Edy Mulyadi dipolisikan.
Namun, kasus yang dianggap menghina Prabowo dengan ungkapan ‘macan jadi kucing’ ini tidak jalan. Seperti memutar jalan dan mencari cara lain untuk membungkam Edy Mulyadi, akhirnya Edy Mulyadi dilaporkan karena ungkapan ‘Jin Buang Anak’.
Karena penyampaian pendapat dalam konferensi pers itu, Bang Edy Mulyadi dikriminalisasi hanya karena frasa ‘Jin Buang Anak’ di lokasi IKN. Saat itu, Edy Mulyadi dianggap menghina masyarakat di IKN. Sejumlah laporan polisi -hasil kinerja rekayasa kekuasaan- membawa perkara ‘jin buang Anak’ ke pengadilan dan sukses menjarakan Edy Mulyadi.
Namun kini, semua pihak pasti akan setuju dengan kritik yang kami lakukan terhadap proyek IKN. Termasuk kritik yang disampaikan Edy Mulyadi. Proyek un faedah inipun, akhirnya akan mangkrak.
Akhirnya, proyek IKN ditinggalkan swasta dengan mundurnya wakil oligarki dari otorita IKN. Akhirnya, pembiayaan IKN akan dipaksakan tetap jalan melalui APBN menggunakan uang rakyat.
Dulu, proyek kereta Jakarta Bandung mulanya juga dijanjikan tidak menggunakan APBN. Begitu terjadi pembengkakan biasa (cost over run), akhirnya rakyat yang dijadikan tumbal untuk menanggung biaya proyek kereta cepat.
Jika pola kereta cepat dipaksakan diadopsi untuk merealisasikan proyek IKN, maka rakyat sudah pasti akan menjadi tumbal. Rencana pemaksaan tabungan penderitaan rakyat (Tapera), adalah konfirmasi negara sedang buntu keuangan, dan mencari sumber cuan dari rakyat untuk menutupi APBN.
Sudah saatnya rakyat bergerak, kompak menolak proyek IKN. Jangan sampai, rakyat kembali menjadi tumbal untuk memenuhi syahwat keserakahan dan ambisi culas Presiden Jokowi. [sumber: Faktakini].