Sebagian lainnya mempunyai kualitas dasar yang agak pas-pasan. Dan, karena nasib baik, lalu masuk dalam pusaran politik yang mendamparkan mereka ke posisi elite. Mereka berpolitik dengan idealisme yang rapuh. Sebagian bahkan diledek sebagai politisi mental miskin.
Sandi unik. Datang dari keluarga ningrat dan elite, lalu mendapatkan pendidikan di luar negeri di universitas yang prestisius. Ia mewakili genre baru politisi nasional yang lahir sebagai bibit unggul.
Sandi bisa menjadi prototipe baru politisi nasional di era digital. Ia mendapatkan pendidikan mondial berwawasan kosmopolitan dan mengglobal. Ia kemudian mengarungi tantangan bisnis era digital global 4.0 yang tidak lagi mengenal batas-batas geografis dimana bisnis sudah menembus batas-batas nasional.
Sandi bermain dunia tanpa batas, Borderless World, sebagaimana digambarkan Kenichi Ohmae (199), ketika perdagangan global menjadikan batas-batas geografis negara menjadi kabur dan menghilang. Nasionalisme di era global dan digital membutuhkan definisi baru.
Seperti jargon globalisasi, “Think globally act locally”, berpikir secara global tetapi bertindak lokal, nasionalisme era digital membutuhkan tafsir baru supaya tidak ketinggalan zaman. Orang harus membuka pikirannya terhadap tantangan global, tetapi pada saat bersamaan ia harus tetap berpijak di bumi lokal kalau tidak mau kehilangan identitas dan pijakan.
Memang ada paradoks globalisasi ketika dunia semakin menyatu parokialisme semakin menguat. Bahkan belakangan ini muncul gerakan proteksionisme baru ala Trump yang parokialis dan dianggap ultra-nasionalis. Tapi globalisasi adalah sebuah keniscayaan zaman yang tidak mungkin diputar mundur kembali.
Welcome to the jungle. Selamat datang di hutan belantara.