Dukung OPM, ASEAN Harus Tolak Inggris Sebagai Mitra Dialog

Sekadar informasi. Dalam periode 1995-1999, ASEAN yang semula beranggotakan lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Lalu bertambah empat negara lagi bergabung yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam dan Laos.

Adapun dua negara pertama yang mendapat status mitra dialog ASEAN adalah Australia dan Selandia Baru, masing-masing pada 1974 dan 1975. Pada 1977-1996 mitra dialog ASEAN semakin bertambah dengan bergabungnya delapan negara yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Rusia, India, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Gagasan dasar penambahan jumlah mitra dialog ASEAN adalah untuk memperluas lingkup aktor-aktor global yang bermain sehingga tercipta keseimbangan strategis di kawasan Asia Tenggara.

Dalam konstelasi persaingan global antara AS versus Cina yang semakin menajam di Asia Tenggara, posisi dan keberadaan ASEAN memang punya nilai strategis. Apalagi dengan keberhasilan ASEAN memediasi konflik di Kamboja pada akhir 1990an, maka ASEAN sebagai entitas politik semakin diperhitungkan di dunia internasional. Sehingga banyak negara maju yang ingin bermitra dengan ASEAN.

Dengan total penduduk seluruh negara yang tergabung dalam ASEAN sebesar 670 juta pada Agustus 2020 lalu, lebih besar 222 juta dibandingkan total jumlah Uni Eropa yang hanya 448 juta, jelas semakin meningkatkan bobot ASEAN sebagai kekuatan regional di Asia Tenggara. Keberhasilan ASEAN sebagai juru damai, semakin menguatkan citra ASEAN sebagai zona damai, bebas, dan netral (ZOPFAN).

Satu dekade setelah ASEAN berdiri pada akhir 1970an, ASEAN merasa perlu menjalin hubungan dengan mitra-mitra asing untuk meningkatkan kemajuan ekonominya, akses pasar dan teknologi, serta bantuan-bantuan untuk pembangunan. Gagasan inilah yang menandai terbentuknya pengelompokan bernama ASEAN Plus One Meeting.

Dalam situasi yang demikian, ASEAN tak diragukan lagi akan menjadi arena perebutan pengaruh (sphere of influce) di antara negara-negara adikuasa baik AS dan sekutu-sekutunya dari Blok Barat, termasuk Inggris, versus Cina dan Rusia. Maka ketika ASEAN menerima status Inggris sebagai Mitra Dialog, maka pada perkembangannya akan menurunkan reputasi dan kredibilitas ASEAN sebagai entitas politik yang independen dan bebas dari tarik-menarik pengaruh kekuatan-kekuatan negara-negara adikuasa di kawasan Asia Tenggara.

Khusus bagi Indonesia sendiri, Inggris punya catatan yang buruk dan tidak menggembirakan. Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver internasionalnya lewat Free West Papua Campaign, kiranya perlu dicermati secara intensif dan penuh kewaspadaan. Betapa tidak. Pada 28 April 2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris secara resmi dibuka. Tak pelak lagi, hal ini mengindikasikan semakin kuatnya tren ke arah internasionalisasi isu Papua tidak saja di Amerika Serikat, melainkan juga di Inggris, Australia dan Belanda.