Eramuslim.com – KALAU Aristokrasi ialah pemerintahan yang dipegang sekelompok kecil orang yang mendapat keistimewaan, sedangkan Demokrasi mengedepankan hak-hak rakyat dalam keputusan politik, maka Duitokrasi terjadi dalam praktek Presidential Treshold, yaitu penggarongan hak rakyat dalam memilih pemimpin.
Istilah Duitokrasi sinyalemen Profesor Denny Indrayana pakar hukum tata negara, mantan Guru Besar UGM Jogja, mantan Wakil Menteri Kehakiman dan HAM, aktivis anti korupsi & praktisi hukum yang memahami praktek beracara di Mahkamah Konstitusi (MK).
Di dalam masyarakat tribalisme kepemimpinan ditentukan oleh faktor kesukuan, dan dalam tatanan feodal kekuasaan diawetkan melalui hubungan kekerabatan. Politik dinasti, nepotisme.
Tapi Duitokrasi tak kalah berbahaya, karena rekrutmen kepemimpinan ditentukan oleh duit dengan pengendali oligarki yang disponsori para cukong.
Oligarki memegang peran dalam menentukan calon pemimpin.
Partai politik di dalam oligarki menjadi sekrup pemerasan bagi calon-calon pemimpin. Seperti terjadi dalam Pilkada dan calon pemimpin skala nasional.
Di tingkat Pilkada dan nasional para calon yang diusung partai punya bohir, cukong, atau bandar, masing-masing, yang akan kasih modal finansial.
Mayoritas finansial disetor ke kantong elit partai yang akan mengusung calon.
Makin besar nominal yang diberikan makin besar peluang jadi pemenang.