Dugaan Kejahatan Mafia Satgassus Merah Putih, Presiden Jokowi Dituntut Bertanggungjawab

Oleh: Marwan BatubaraFKN-TP3-UI Watch

AKHIR bulan ini, 30 November 2022, Front Kedaulatan Negara (FKN), Front Nasional Pancasila (FNP), Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) dan UI Watch, kembali menggelar seminar tentang dugaan kejahatan berkategori mafia yang diduga dilakukan Satgasus Merah Putih Polri.

Tujuannya, di samping untuk sosialisasi publik, juga untuk mengadvokasi agar penyelenggara negara, terutama Presiden Joko Widodo dan DPR RI, serta aparat penegak hukum terkait, segera bersikap dan bertindak menuntaskan berbagai dugaan kejahatan Satgasus yang memalukan bangsa dan negara, serta merugikan rakyat tersebut.

Satgasus diduga kuat terlibat dalam kejahatan sistemik dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Namun sejauh ini yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hanya membubarkan Satgasus tanpa tuntutan pertanggungjawaban atas berbagai penyelewengan yang dilakukan.

Begitu pula halnya dengan sikap Presiden Jokowi sebagai pemberi restu untuk pembentukan Satgasus Merah Putih saat ditetapkan pada Maret 2019. Hingga saat ini kita belum pernah mendengar perintah Presiden Jokowi agar berbagai dugaan kejahatan Satgasus diusut tuntas sesuai hukum berlaku.

Karena itu, wajar jika rakyat meragukan sikap Presiden Jokowi. Jangan-jangan Presiden justru mendapat berbagai keuntungan dalam berbagai aspek baik secara politik, ekonomi, dan lain-lain, dari keberadaan Satgasus Merah Putih. Rakyat menuntut agar Satgasus diaudit investigatif secara menyeluruh, dengan melibatkan BPK dan lembaga/penyelidik independen.

Sebagai kilas balik, rakyat perlu diingatkan tentang kejahatan Ketua Satgasus, Irjen Ferdy Sambo yang melakukan operasi sebar dana puluhan miliar rupiah kepada sejumlah oknum pejabat negara dan lembaga/komisi negara, untuk memuluskan rekayasa skenario manipulatif pembunuhan Brigadir J.

Operasi tersebut masuk kategori suap/gratifikasi (17/8/2022). Bahkan, IPW menyampaikan bahwa guyuran dana Sambo juga mengalir ke oknum-oknum DPR (18/8/2022).

Rakyat juga telah membaca peran Konsorsium 303 yang dipimpin Ferdy Sambo yang diduga kuat sebagai pelindung bandar judi. Kode angka 303 merujuk pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian (29/8/2022).        

PPATK telah mendeteksi peredaran dana sebesar Rp 155 triliun dari perjudian online. Dana tersebut mengalir ke sejumlah kalangan, mulai dari aparat polisi, politisi, ibu rumah tangga, hingga PNS (13/9/2022).

Ditemukan pula hubungan antara Sambo, dana judi online sebesar Rp 155 triliun milik Konsorsium 303, dengan pengusaha Robet Bono (RBT) dan Yoga Susilo dalam kaitan pemberian dukungan kepada Capres 2024 tertentu (20/9/2022). Diduga, juga ada gratifikasi penggunaan privat jet milik pengusaha RBT oleh Brigjen Hendra Kurniawan dkk., dalam perjalanan ke Jambi (11/7/2022) menemui keluaga Yosua (19/9/2022).

Satgasus diduga sangat kuat juga terkait dan terlibat dengan mafia tambang, terutama dalam aspek perizinan, perpajakan, ekspor, dan lain-lain. Dalam ini Satgasus diduga terlibat dalam perpanjangan izin/kontrak PT MHU yang akhirnya memperoleh IUPK, sehingga merugikan negara puluhan triliun rupiah.

Satgasus juga diduga terlibat dalam operasi tambang illegal, pembayaran pajak dan proses persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

Belakangan muncul pernyataan dari mantan Kadiv Propam dan Karo Paminal Mabes Polri soal Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Ismail Bolong tentang setoran uang tambang batubara illegal senilai Rp 6 miliar kepada jenderal polisi bintang tiga.

Ismail Bolong disebut-sebut sebagai pengepul dana dari para penambang illegal. Menanggapi tuduhan tersebut, Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menuding Ketua dan anggota Satgasus, Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan, sebagai tukang rekayasa kasus.

Tampaknya ada “perang antar gank” di tubuh Polri. Terlepas dari itu, rakyat jelas menginginkan diusut tuntasnya kasus-kasus kejahatan mafia tambang dan kejahatan lain yang melibatkan Satgasus tersebut.

Sejumlah aktivis meyakini, kematian Brigadir J juga berkaitan dengan ‘pengkhianatan’ pembocoran operasi Satgasus terkait banyaknya dana yang “dimiliki” Brigadir J dan mengalir pula kepada beberapa pejabat dan perorangan.