Kalau itu dilakukan untuk pencitraan, bagus. Akan muncul image gubernur pemberani. Buktinya? Dia gusur dan hancurkan 1000 rumah yang dibangun pengembang. Hebat! Bukan hebat itu. Tapi ngawur!
Belakangan ini ada anggapan kalau kepala daerah marah-marah, maki-maki pegawai, gebrak meja dan gusur rumah, dibilang hebat. Sehingga, ada sejumlah kepala daerah kemudian marah-marah dan gebrak meja. Disengaja. Kemudian dishoot, lalu diviralkan. Untuk apa? Agar rakyat tahu bahwa kepala-kepala daerah itu hebat. Bukan hebat. Tapi ngawur! Ini pencitraan kelas kambing.
Sampai disini anda paham pokok masalahnya. Harus jernih melihat sesuatu. Tapi, kenapa ada yang terus menyerang Anies? Dan terbitnya IMB dianggap sebagai bentuk ingkar janji dan bahkan penghianatan kepada bangsa? Itu karena mereka tak tahu pokok masalah. Atau mereka punya masalah dengan Anies. IMB jadi peluang dan pintu masuk untuk menyerang Anies.
Sekarang IMB yang disoal. Setelah ini berhenti? Tak akan! Akan ada saja masalah yang terus dipersoalkan. Apa aja, yang penting bisa dijadikan masalah. Siapa mereka?
Pertama, pihak-pihak yang berkepentingan dengan pulau reklamasi. Kedua, pihak-pihak yang selama ini terganggu kepentingannya oleh kebijakan Anies. Baik terkait urusan bisnis (diluar reklamasi) maupun politik. Ketiga, pihak-pihak yang berminat jadi rival Anies di 2024. Maksudnya nyapres? Kira-kira begitu.
Ketiga kelompok di atas bisa diidentifikasi melalui sejumlah partai yang bersemangat, bahkan bernafsu untuk melakukan impeachment kepada Anies. Perhatikan partainya berdasarkan tiga identifikasi kelompok di atas. Impeachment soal IMB? Gak salah? Memang, maksa banget ya… Begitulah. Sebelum ada deal, dan selama Anies terus menerus dibicarakan rakyat sebagai calon presiden yang paling potensial di tahun 2024, maka Gubernur DKI Jakarta ini akan terus diburu kesalahannya.
Suatu malam di meja makan, sekitar seminggu lalu, Sandiaga Uno bilang kepada kami: Anies Baswedan adalah satu-satunya aset rakyat yang tersisa. Pertanyaannya: apakah rakyat akan membiarkan Anies sendirian menghadapi para mafia itu?
Jakarta, 19/6/2019 (*)
Penulis: Dr. Tony Rosyid (sumber)