Dimanapun Prabowo dan Sandi buat acara, pecah massa. Membludak. Seperti ada heroisme yang sedang berkobar. Terakhir di Pamekasan Madura, tumpah ruah massa yang hadir dari seluruh penjuru kota garam ini. Ada yang memprediksi, di Madura suara Prabowo-Sandi bisa meraih 80%. Masuk akal juga.
Ingat Madura, ingat La Nyalla. Lelaki ini sesumbar siap dipotong lehernya jika Prabowo-Sandi menang di Madura. Nantangin! Sejumlah jawara Madura sudah ngasah golok. Siap-siap. Namanya juga ditantangin. Orang Madura lagi yang ditantang, ya ngasah celurit. Kabarnya, sesumbar itu sudah dicabut. Ini lebih baik, supaya pilpres tetap beradab.
Kita saksikan entah berapa ratus ribu, atau mungkin jutaan jumlah warga Madura yang hadir di acara Prabowo kemarin dan di Jogja hari ini? Begitu juga sebelumnya di Purbalingga, di Semarang, di Medan dan di beberapa wilayah lainnya. Sampai-sampai ada perempuan kecil bernama Gendis, nabung dan ngumpulin uang sakunya untuk bantu logistik perjuangan Prabowo. Itu heroisme? Sepertinya bukan. Mereka datang tidak semata-mata karena Prabowo, juga Sandi. Mereka hadir sebagai bentuk perlawanan kepada penguasa yang dianggap “berbahaya” jika memimpin lagi. Bahaya untuk siapa? Untuk kedaulatan negara dan umat Islam, begitu yang ada di otak mereka.