Fenomena deklarasi sejumlah kepala daerah “diduga” tak sepenuhnya lepas dari situasi yang sarat tekanan dari pihak-pihak tertentu. Demi untuk keamanan dirinya, sejumlah kepala daerah “diduga” terpaksa deklarasi untuk Paslon tertentu. Tidak saja deklarasi, mereka juga memobilisasi aparatur negara di bawahnya untuk memenangkan Paslon tersebut.
Bukannya mereka harus netral? Kepala daerah, termasuk gubernur, bupati dan walikota, itu jabatan politik. Tidak ada kewajiban bagi mereka untuk netral. Tak ada kewajiban pula untuk mendukung Paslon tertentu. Bebas! Hanya saja, netral jauh lebih bijak, karena mereka memimpin rakyat dengan warna dan mazhab politik yang beragam. Dalam posisi netral, para kepala daerah ini bisa mengayomi seluruh warganya. Juga bisa menengahi jika ada konflik dan perselisihan diantara warganya.
Sementara camat dan sebagian lurah itu ASN. Mesti netral, dan gak boleh ikut kampanye. Termasuk juga aparat keamanan. Apa yang pernah diungkapkan Feri Mursidan Baldan bahwa lawan BPN bukan TKN, tapi aparat kepolisian. Ucapan mantan menteri agraria ini sepertinya bukan omong kosong. Tentu ini sangat menghawatirkan. Tidak saja menodai demokrasi, tapi rawan konflik.
Sebuah artikel yang ditulis atas nama Kacung Madjuhri, seorang wartawan Madura, jadi viral. Dalam tulisan itu diceritakan: semua klebun (lurah) di Madura dikumpulkan untuk ikut ambil bagian dalam kampanye Paslon. Jika ini benar, tentu sangat ironi bagi demokrasi kita. Mereka mestinya bekerja untuk rakyat, bukan untuk Paslon. Ini jelas akan merusak dan menodai proses pemilu.