Eramuslim.com – Blunder! Kata ini cukup tepat untuk menggambarkan kondisi Jokowi. Mirip Ahok, kekalahan Ahok karena langkah-langkahnya sendiri yang selalu blunder. Jokowi punya potensi sama dengan Ahok. Bukan semata-mata karena kuatnya kompetitor. Tapi, tim Jokowi hobi melempar umpan kepada para calon rival. Bahasa sederhananya: “senang mengundang musuh.”
Khususnya dengan Anies. Gubernur DKI sedang konsentrasi kerja untuk Jakarta. Fokus menyelesaikan 23 janji politiknya. Tak pernah bicara tentang pilpres 2019. Tapi, selalu digoda-goda. Ditarik-tarik ke gelanggang politik. Akhirnya, publik pun mendorong Anies turun ke lapangan. Menerima tantangan tim Jokowi untuk maju di pilpres 2019. Dan, elektabilitas Anies pun merangkak naik. Meski Anies belum pernah mendeklarasikan diri.
Anies vs Jokowi memang punya jejak sejarahnya sendiri. Ada sejumlah tragedi politik dalam beberapa episode. Dan belum berakhir hingga hari ini. Kalau akhir-akhir ini Jokowi berupaya mendekati Anies, tentu akan dibaca publik sebagai upaya untuk menahan benteng elektabilitas Jokowi agar tidak terus turun. Sudah mendekati kartu merah.
Sejumlah tragedi Anies vs Jokowi diantaranya adalah pemberhentian Anies jadi menteri. Sedang asyik menjalankan tugasnya sebagai mendikbud, Anies dicopot. Kenapa dicopot? Kabar yang beredar pertama, Anies kena imbas peralihan kebijakan dari “kabinet kerja” menjadi “kabinet koalisi.” Anies tak punya partai. Tak punya posisi tawar. Lemah dalam negosiasi. Kebijakan ini diambil untuk memperkuat posisi Jokowi di dewan. Ternyata sukses, partai politik dan dewan dikuasai.