Mahal sekali mahar (Habib) Rizieq? Tentu. Ini hanya akan mungkin dilakukan Jokowi jika pertama, elektabilitas Jokowi betul-betul terancam oleh tokoh baru yang muncul (rising star). Kalkulasi politiknya Jokowi sulit menang. Kedua, Jokowi betul-betul bisa mengendalikan partai-partai koalisinya. Atau malah balik berkoalisi dengan partai-partai oposisi. Sebab, Gerindra-PKS punya kursi cukup untuk mengusung pasangan calon. Ketiga, konsolidasi partai oposisi yakni Gerindra dan PKS dengan kelompok ABJ, termasuk GNPF dan eksponen 212 melemah.
Langkah akusisi ini bagi Jokowi akan mampu men-downgrade “rising star” yang elektabilitasnya dianggap mengancam.
Jika kompromi Jokowi-(Habib) Rizieq terjadi, maka besar kemungkinan eksponen 212 akan dukung Jokowi di pilpres 2019. Setidaknya pasukan 212 akan pecah dan berantakan. Langkah ini pasti akan menyulitkan kubu lawan. Siapapun tokoh yang jadi lawan itu. Dan ini sekaligus juga jadi kejutan politik di 2019. Sebab, peta politik akan berubah secara total. Dengan begitu, formasi kekuatan politik juga akan ikut berubah.
Jika koalisi Jokowi-(Habib) Rizieq jadi kenyataan, Pilpres 2019 yang akan datang tidak lagi menjadi ajang kompetisi Jokowi vs ABJ (GNPF, eksponen 212 dan gerbong umat), tetapi akan menjadi pertarungan sengit antara petugas partai (Jokowi) melawan partainya sendiri, PDIP.
Lalu, dimana posisi partai oposisi? Partai oposisi punya tiga pilihan; pertama, bergabung dengan Jokowi yang sukses mendapat dukungan (Habib) Rizieq. Kedua, masuk gerbong PDIP untuk melawan Jokowi dan kubu (Habib) Rizieq. Ketiga, punya pasangan calon sendiri jika dianggap masih mampu untuk melawan.
Yang jelas, pasangan Jokowi dengan tokoh yang direkomendasikan (Habib) Rizieq akan semakin menguat jika Jokowi mampu menggabungkan partai penguasa dan partai oposisi menjadi pengusungnya, menyisakan PDIP. Mungkinkah? Kita lihat nanti. [kk/sw]
*Penulis: Dr. Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Kunjungi eramuslim official channel :
https://www.youtube.com/channel/UCes9taUDLMYdjri8mZFor_w