Maka, isu “ganti presiden” dan “tumbangkan banteng” perlu dijadikan bagian dari variable penting untuk menjelaskan efek kejut di Pilgub Jabar dan Jateng yang sepertinya kurang diperhatikan oleh survei.
Dua variable, yaitu militansi tim relawan (di luar mesin partai dan timses) dan gelombang isu (ganti presiden dan tumbangkan banteng) akan menjadi ancaman serius bagi Jokowi di pilpres 2019.
Analisis ini akan terkonfirmasi dengan hasil survei pilpres pasca pilkada. Apakah elektabilitas Jokowi naik, atau stag. Kalau stag, maka akan terkonfirmasi kebenarannya. Pertama, pilkada, meski paslon istana menang, tapi tidak berpengaruh signifikan buat elektabilitas Jokowi. Kedua, isu ganti presiden 2019 akan terus menguat. Ketiga, militansi tim-tim relawan yang berserakan dan tak tersadap oleh survei akan terus jadi ancaman ekektabilitas Jokowi di pilpres 2019.
Persoalannya hanya satu, siapa tokoh yang akan diusung untuk melawan Jokowi? Kalau calon itu lemah, maka Jokowi akan melenggang dua periode. Seperti nasib Ganjar dan Ridwan Kamil. Pilgub Jateng dan Jabar mesti jadi pelajaran. Koalisi partai oposisi bertanggung jawab atas kesalahan dan keteledorannya dalam memilih dan menentukan calon di Jateng dan Jabar. Segera insaf kalau tidak ingin mengulangi kekalahannya di pilpres 2019.
Tapi, jika calon lawan Jokowi di pilpres 2019 kuat, hampir pasti Jokowi akan tumbang. Sebab, variable isu ganti presiden, tumbangkan banteng, dan militansi para relawan akan terakomodir dan makin membesar jika punya tokoh yang kuat untuk dilawankan Jokowi. Dan tokoh itu yang pasti bukan Prabowo, Jusuf Kalla, apalagi Amin Rais. Mesti tokoh muda, rising star, antitesa Jokowi dan bisa memikat suara rakyat.
Jakarta, 28/6/2018 (wa)
Penulis: Dr. Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa