Dr. Tony Rosyid: Hasil Pilgub Jabar dan Jateng, Ancaman Buat Jokowi

Kedua, apakah karena salah sampling? Random respondennnya keliru? Atau metodenya yang salah? Kalau ini yang terjadi, berarti gak kredibel.

Ketiga, atau ada perubahan pemilih injury time, pasca survei? Bisa juga variablenya tak terbaca dengan baik. Kalau ini masalahnya, berarti, variable apa yang mempengaruhinya?

Setidaknya ada empat variable untuk menjelaskan analisis ini. Pertama, variable tokoh.(analisis teori herois Thomas Charlyle). Sudirman Said-Ida Fauziyah tak populer. Jauh dari popularitas Ganjar. Asumsinya, ketokohan Sudirman-Fauziyah tak terlalu punya efek elektoral. Begitu juga ketokohan Sudrajat-Saikhu, kalah jauh dengan Ridwan Kamil, Dedy Mizwar dan Dedi Mulyadi. Bahkan kalah juga dengan Anton Charliyan.

Kedua, variable logistik. (Analisis teori pertukaran George Caspar Homans). Mudah menebaknya. Paslon dukungan istana dan juga PDIP (Ridwan Kamil-Uu, Ganjar-Taj Yasin), dan juga PDIP (TB. Hasanudin-Charliyan), jauh lebih siap logistiknya. Penguasa jauh lebih punya akses logistik dari pada mereka yang tak berkuasa. Berarti, variable logistik tak banyak berpengaruh ngangkat suara Sudirman Said dan Sudrajat.

Ketiga, kerja tim. (Teori sosial movement Marx). Ini jadi variable yang diyakini sejumlah pihak punya pengaruh. Mesin partai? Di Jawa Barat, mungkin iya. Karena PKS pernah memenangkan dua periode untuk Ahmad Heryawan. Di Jateng? Mesin PKS tak pernah punya bukti. Apalagi Gerindra dan PAN. PKB-NU? Hampir tak pernah solid dalam kerja politik. Tapi, kenapa suara Paslon Sudirman-Fauziyah besar? Ini mengejutkan.

Relawan umat yang menginginkan “ganti presiden” yang tidak bergabung di barisan Gus Yasin untuk Jateng (karena ikatan santri-kiyai), dan pasangan lain di Jabar, layak dijadikan variable untuk mengurai kesalahan berbagai survei. Diduga sangat berpengaruh. Mereka bekerja senyap, tanpa terkordinir dengan timses. Orang menyebutnya relawan militan. Mirip militansi relawan Jokowi di pilpres 2014.

Keempat, variable isu. (Teori Idea Max Weber). Ada isu personal Paslon, ada isu nasional. Isu e-KTP yang menimpa Ganjar ternyata tak punya banyak pengaruh. Begitu juga isu LGBT dan Syiah yang menerpa Ridwan Kamil tak terlalu nendang.