Dr. Tony Rosyid: Anies Pesaing Terberat Jokowi

Soal bukti kerja, Kartu Sakti ala Jokowi telah terealisasi. Infrastruktur? Sampai tiga gubernur berikutnya masih belum selesai. LRT, proyek patungan pemprov DKI dengan pemerintah pusat ini masih dalam proses penyelesaian. Kejar target 2019 rampung. Kabarnya, karena faktor SOP yang kadang diabaikan, proyek mengalami sejumlah kecelakaan. Di beberapa lokasi ambruk.

Bagi Jokowi, proyek infrastruktur bisa jadi andalan. Satu bentuk kesuksesan Jokowi yang mesti diapresiasi. Kampanye pilpres 2019, bisa jadi bukti dan kebanggaan. Karena itu, mesti rampung saat jadual kampanye tiba.

Bagaimana dengan Anies? Jika Jokowi butuh waktu dua tahun (2012-2014), maka Anies berupaya membuktikan kinerjanya tiga bulan. Transportasi terkoneksi sudah dimulai. Rumah DP 0% sedang dibangun. Rumah Akuarium sedang jalan. KJP Plus langsung ekskusi. Begitu juga Kartu Pangan dan Pekerja untuk para buruh sudah diberikan. Juga Kartu Lansia sudah diputuskan. Community Action Plan (CAP) dan Ok OCare untuk pelayanan kesehatan sudah diluncurkan. KPK DKI sudah bekerja. Jakarta Satu untuk Sistem Pengawasan Terintegrasi juga sudah dibentuk.

Soal adu cepat, Anies nampak lebih gesit dan energik. Tanpa harus banyak bicara dan marah-marah, Anies menunjukkan kinerja yang lebih kreatif dan efektif.

Bagaimana dengan komitmen janji keduanya? Anies lebih mudah diukur. 23 janji sudah ditandatangani. Sudah pula dipublikasi. Masyarakat tinggal mengawasi dan mengoreksi: berapa janji yang nanti akan bisa dipenuhi. Sukses dan gagalnya Anies bisa dinilai semua orang. Tak ada celah untuk pencitraan. Rakyat telah memiliki standar penilaian. Tinggal hitung prosentasi 23 janji.

Media menyebut 10 janji sudah dipenuhi. Tinggal 13 lagi. Masyarakat harus terus diingatkan untuk managih bukti. Jika tuntas, Anies sukses. Jika tak semua dipenuhi, publik berhak menghukum Anies sebagai gubernur gagal.

Janji Jokowi? Tak ada angka yang pasti terkait jumlah janji. Yang jelas, cukup banyak. Biasa, di setiap pilkada, pileg dan pilpres, para calon obral janji. Mereka anggap, setelah jadi, rakyat lupa untuk menagih. Umumnya, mereka abai untuk menghitung jumlahnya, rasionya, dan juga time linenya.