Pemain Persija melihat itu, dan tak sabar. Usai terima piala, mereka lari dan menghampiri gubernurnya, Anies Rasyid Baswedan. Ini bagian dari sportifitas. Mereka tak tahu ada dinamika dan intrik politik yang dianggap publik telah menodai persija dan Jack Mania.
Selesai acara, Anies turun dari tribun. Menyapa semua pemain dan penonton dengan penuh senyum. Seolah tak pernah terjadi tragedi memalukan. Jack Mania menyambutnya dengan teriakan: Anies-Sandi… Anies-Sandi….Anies Sandi…. suara itu membahana. Memenuhi seluruh telinga penonton di GBK. Kok bukan nama lain? Tidakkah di situ ada sejumlah tokoh-tokoh hebat dan para pejabat. Masyarakat Jakarta tahu siapa yang mesti harus diberikan penghargaan.
Hari berikutnya, minggu, 18/2/2018 medsos dibanjiri empati. Dari meme, karikatur hingga video. Tidak hanya di Jakarta, tapi masyarakat di seluruh pelosok nusantara. Rakyat Indonesia tersedot perhatian. Sekedar menyampaikan simpati atau melakukan pembelaan. Bahkan tak sedikit yang menuliskan: Anies Baswedan, Presidenku di masa depan.
Anies seperti bola, makin ditekan, makin tinggi melambungnya. Setelah berulangkali dikritik, bahkan dibully, nama Anies makin melambung tinggi. Tinggal menyundulnya jadi goal kemenangan. Publik berharap 2019 adalah momentumnya.
Rakyat sepenuhnya sadar: Anies adalah gubernur Indonesia. Gubernur beraroma presiden maksudnya. Kecerdasan konsep dan oralnya, kematangan komunikasinya, jaringan globalnya, stabilitas emosinya, keberpihakannya kepada tukang becak dan rakyat kecil, bahkan terakhir adalah popularitas dan elektabilitasnya terus dapat perhatian. Apa ini penyebabnya? Allahu A”lam.
Yang pasti, tragedi GBK berpotensi mengancam elektabilitas istana.yang semakin tidak aman. (kk/sw)