Prinsipnya, apa yang dilakukan pemimpin, tak semua orang suka. Yang gak suka, ada yang pilih diam. Ada juga yang agresif menyerang. Bahkan fitnah jadi menu harian. Kelompok inilah yang orang sebut sebagai “haters”.
Haters Anies sebenarnya jumlahnya gak banyak. Ini bisa dilihat ketika ada aksi demo di balaikota. Paling 10-30 orang. Saat musim banjir, agak banyak dikit. Kurang lebih 100 orang. Hanya karena haters ini agresif dan dikelola secara “premium”, maka cukup berhasil membuat gaduh di medsos. Walaupun begitu, atraksi mereka nampak kurang efektif. Gak besar pengaruhnya. Meski kerja buzzernya masif.
Kenapa? Karena suka menggunakan data palsu dan bertentangan dengan fakta. Ini mudah sekali dipatahkan. Sekali fakta dibuka, kelar. Selama ini, itulah yang terjadi. Terus, dan berulang-ulang polanya. Apalagi dinarasikan dalam bahasa yang tidak simpatik. Gak nyentuh psikologi rakyat.
Contoh yang paling gress, ketika “haters Anies” mengungkap anggaran DKI untuk penanganan covid-19. Hanya 130 M. Kalah dengan Jawa Barat dengan anggaran 500 M, dan Jawa Tengah dengan anggaran 1,4 M. Padahal, DKI punya APBD 87,9 T.
Pagi itu info grafis disebar oleh buzzer, sore harinya Anies klarifikasi. Bahwa anggaran DKI untuk penanganan covid-19 adalah 3 T. Kelar! Justru menambah poin buat Anies.
Beberapa hari berikutnya, diulang lagi. Kali ini hotel bintang lima yang disorot. Sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi BEM Jakarta menuduh Anies berlebihan dalam melayani tenaga medis. Fasilitas hotel bintang lima bagi dokter dan tenaga medis dianggap gak tepat.
Hanya satu dua hari berselang, sejumlah perguruan tinggi mengaku nama universitasnya dicomot. Juga beredar foto yang oleh publik diduga mirip ketua Aliansi BEM itu bersama kakak pembina.
Atraksi-atraksi semacam ini menurut saya tidak cerdas. Menyoal fasilitas tenaga medis dan membully para dokter ditengah para tenaga medis itu sedang merenggang nyawa, bahkan puluhan dokter meninggal saat bekerja, merupakan tindakan konyol. “Para haters” tanpa sadar sesungguhnya telah berhadapan dengan persepsi masyarakat. Bagi masyarakat, dokter-dokter dan para tenaga medis itu adalah pahlawan.
Dihujani fitnah dan cacian, Anies tetap cool. Begitulah karakter bawaan Anies. No comment! Kecuali terus bekerja, terukur dan fokus menyelamatkan nyawa warga DKI. Meski harus menempuh langkah tak populer, lalu dibully dan dianggap cari panggung, Anies nampaknya gak pedulikan itu. Fokus Anies, bagaimana nyawa dokter, tenaga medis, pasien dan rakyat itu terselamatkan.
Blessing buat Anies. Karena bullyan kontra fakta justru berbalik dan malah menghadirkan banyak apresiasi publik kepadanya. Langkah-langkah Anies, khususnya dalam menghadapi covid-19, dianggap menunjukkan kelasnya sebagai seorang pemimpin yang seungguhnya. Sistemik, terukur dan komprehensif. Komunikasinya membumi dan bisa dipahami rakyat. Anies seolah menjadi energi baru bagi rakyat di tengah frustrasi dan kekecewaan terhadap ketidakjelasan arah bangsa ini.
Jakarta, 7 April 2020.(*end)
Penulis: Dr. Tony Rosyid, Pemerhati Bangsa