Eramuslim.com – 2019 sudah dekat. Bau pilpres makin menyengat. Dua kubu yang berseteru saling serang. Semua jurus mulai dikeluarkan. Dari jurus yang lembut, sampai jurus mabuk. Mulai dari “sontoloyo” hingga “gerenduwo”.
Pilpres kali ini adalah _ultimate fighting._ Pertempuran final. Siapa kalah, ia akan menyingkir selamanya. Pensiun sebelum waktunya.
Jika Prabowo kalah, karir politiknya berakhir. Jadi begawan politik? Itu pilihan mulia. Setelah sekali nyapres gagal, dan sekali jadi cawapres tidak berhasil. Tetap jadi ketua Gerindra, dan hidup sebagai Bapak Bangsa akan lebih terhormat. Lalu, melanjutkan tugas lama: melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda, berkapasitas dan punya integritas.
Jokowi, Ahok, Ridwan Kamil dan terakhir Anies Baswedan adalah para pemimpin yang lahir dari olahan tangan dingin Prabowo. Prabowo sangat berperan atas lahirnya mereka. Untuk peran ini, Prabowo jagonya. Sayangnya, mereka “membelot” dan memilih jadi “rival politik” Prabowo. Itulah politik, tak ada kawan dan lawan abadi. Kecuali Anies Baswedan. Ia dengan tegas menolak nyapres ketika sejumlah partai mendorongnya. Anies menolak karena ia tak mau berhadapan dan mengecewakan orang yang telah “dengan legowo” melahirkannya jadi pemimpin Jakarta, yaitu Sang Maestro bernama Prabowo. Pilihan Anies tepat jika dipahami sebagai investasi moral untuk jangka panjang.