Tragedi Kanjuruhan dan Rendahnya Budaya Malu Bangsa Kita

Iwan Bule adalah contoh elite kita, dimana mengaku salah dan lalu mengundurkan diri sangatlah berat. Padahal salah di sini maksudnya, sekali lagi, bukan dalam pengertian hukum saja, melainkan utamanya moral atau kultur. Ini adalah cerminan resmi elit bangsa kita saat ini. Kekurangan rasa malu.

Kepolisian sudah membuat 6 orang jadi tersangka. Termasuk direktur liga LIB. Pihak keamanan, polisi dan sekuriti pertandingan, tentu saja harus ada yang jadi tersangka, karena terjadi kekerasan dan kematian ketika mereka mengamankan wilayah itu. Namun, penggunaan Gas Air Mata untuk pertandingan bola, merupakan kejahatan besar. Orang-orang yang menonton bola tidak mengerti tentang itu, berbeda dengan mahasiswa dan buruh yang berdemonstrasi anti pemerintah. Kelompok mahasiswa ini biasanya menyiapkan diri dengan odol atau lainnya jika mereka memperkirakan ada gas air mata. Odol itu di oles di sekitar wajah. Itupun situasinya di daerah terbuka di mana mereka bisa melarikan diri. Oleh karenanya, secara niat atau perencanaan awal, supporter atau penonton pertandingan sudah diasumsikan sama dengan demonstran atau kelompok vandalis. Inilah kerusakan moral dari penyelenggara dan pihak aparatur negara. Ini sudah menjadi kultur kekerasan polisi yang buruk selama ini.

Oleh karenanya tidak heran berbagai LSM berdimensi hukum, seperti LBH, PBHI, dan lainnya menyerukan Reformasi Kepolisian. Isu Reformasi kepolisian ini memperkuat gema isu ini paska Kasus Sambo. Rakyat Indonesia tidak terima dengan polisi yang kulturnya penuh kekerasan dan kurang cinta pada rakyat. Disini pula letak tuntutan maaf Aremania terhadap Kapolri.

Pemberian sanksi pidana terhadap kelompok pelaksana teknis sebenarnya seperti hanya mencari kambing hitam saja, jika melihat magnitude persoalan ini, dan pandangan dunia internasional yang menunggu tunggu solusi. Presiden boleh jadi memerintahkan TGIPF, yang diketuai Mahfud MD, bekerja untuk mencari fakta, namun sebaiknya sebelum sanksi pidana terjadi, refleksi moral harus secepatnya dilakukan. Harus ada pernyataan maaf yang diikutin dengan rasa bertanggung jawab, yakni mundur dari jabatannya, apakah itu Iwan Bule atau Kapolri. Jika tidak, maka kekecewaan rakyat akan terus membara.

Kita melihat Aremania dan Aremanita terkesan mulai mengapresiasi pentersangkaan 6 pihak dan permintaan maaf, namun secara keseluruhan masyarakat masih merindukan permohonan maaf pada level yang sangat tinggi dari penyelenggara persepakbolaan, yakni pimpinan PSSI ataupun pimpinan kepolisian. Ini penting sebagai simbolis moral dan rasa malu dalam skala yang diinginkan masyarakat kita dan dunia.