Untuk membangun Indonesia yang beragam, diperlukan narasi besar tentang keadilan sosial dan “better place for all” bukan hanya dari kalangan Islam, melainkan juga dari kalangan nasionalis dan kiri.
Tantangan buat gerakan Islam adalah bagaimana cita cita keadilan sosial dan politik identitas bisa memiliki co-existence dengan kaum pemilik modal.
Di Amerika di masa lalu, kekuatan Republik dan Demokrat mempunyai kesepakatan tentang “New Deal Policy” atau di masa Obama pada “Health Care Reform”, atau di Eropa abad 20, kaum pemilik modal dan sosialis berkompromi dalam “Welfare State”. Namun, tantangan ini juga merupakan tantangan yang harus disadari kaum oligarki modal dan sekutunya.
Namun, meminjam pendekatan Hadiz, sosio-historis dan politik-ekonomi gerakan Islam di Indonesia adalah gerakan yang sifatnya historis.
Dalam istilahnya, Populisme Islam Baru, kekuatan ini merangkul multi level dan multi kelas. Menurut berbagai fenomena massifnya kekuatan massa Islam, ditambah figur-figur berkelas internasional seperti Sandiaga Uno dan Anies Baswedan, perjuangan dan kebangkitan Islam di Indonesia kelihatannya akan terus membesar.
Khususnya, karena stigmatisasi kekerasan gerakan Islam (teroris, ISIS, khilafah, dll), akan kontradiksi dengan adanya Sandiaga Uno dan Anies Baswedan, yang dibesarkan juga dalam kultur Amerika.
Dalam matinya narasi kaum nasionalis dan kiri, sudah saatnya kebangkitan Islam ini direspon positif bangsa kita untuk menempatkan narasi keadilan sosial dan identitas atau kebudayaan dalam tempat yang sangat terhormat. Khususnya, karena itu bagian dari “sosio-historis” asli, bukan impor.
*) Penulis: DR. Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC)