Hadiz coba mengkaji dengan pendekatan sosial-historis dan politik-ekonomi, melihat fenomena ini yang disebutnya Populisme Islam Baru. Konvergensi ummat Islam dalam sebuah identitas yang sama terjadi karena ketersisihan yang lama dalam peristiwa modernisasi dan pembangunan yang memarjinalkan mereka, maupun sebagiannya terhambat dalam mobilisasi vertikal di batas tertentu.
Hadiz yang menyelesaikan buku berbasis riset di Indonesia, Mesir dan Turki ini melihat kebangkitan Islam di Indonesia gagal dalam ukuran pencapaian menguasai negara atau aset-aset ekonomi, jika dibanding Turki, khususnya.
Permusuhan lama Islam dengan negara dan borjuasi China penguasa ekonomi sejak jaman penjajahan Belanda (di mana etnis China mendapatkan privilege), menurut Hadiz, menghalangi orang-orang Islam dalam mobilisasi vertikal.
Namun, dalam hal ini, tampaknya Hadiz belum memasukkan fenomena Sandiaga Uno, gerakan-gerakan “212” yang melibatkan jutaan kaum menengah perkotaan dan fenomena Anies Baswedan “menguasai” Jakarta.
Fenomena terakhir ini terjadi setelah riset Hadiz, 2016.
Dalam pendekatan sosio-historis dan politik-ekonomi, Hadiz melihat keberadaan populisme Islam lama ala Serikat Islam, Darul Islam sebagai cikal bakal Populisme Islam Baru yang ada saat ini.