Setelah 74 tahun Indonesia merdeka memang kita kesulitan mencari pahlawan. Pahlawan yang disodorkan dan dibentuk persepsinya oleh media bervariasi dari “fake hero”, fictional hero, idol dan cultural icon.” Fake hero adalah pahlawan palsu. Pahlawan palsu biasanya menjual sisi dirinya yang seolah-olah pro rakyat miskin, hidup menderita, pakaian dari kemeja sampai sepatu super murah, berjanji berkerja untuk rakyat miskin, dll. Sedangkan Fictional Hero atau Pahlawan Fiksi adalah ala komik superhero. Semua sisi hidupnya tidak ada salah. Sementara itu idol adalah simbol figur pujaan kontestasi, yang diinisiasi media mainstream. Sedangkan “cultural icon” menunjukkan seseorang dan sesuatu yang merepresentasikan sebuah budaya atau kebudayaan tersebut. Misalnya jika ada elite nasional memakai blankon dan kostum Jawa, seolah-olah dialah mewakili seluruh perasaan atau simbol Jawa.
Bagaimana kita mengetahui seseorang hanya pahlawan palsu, bukan yang sebenarnya? Hal ini hanya bisa dilihat dari konsistensi janji pemimpin tersebut baik lisan maupun verbal terhadap realisasinya. Jika pemimpin-pemimpin tersebut berjanji membuat pemerintahan pro rakyat miskin, tapi yang memerintah mayoritas adalah orang-orang kaya, alias taipan alias konglomerat, maka dipastikan bahwa orang miskin akan semakin miskin nantinya.
Pahlawan palsu juga dapat didekati dengan persepsi baru terhadap sebuah konsep. Christopher Columbus, penemu Amerika abad ke 15, setiap tahun diperingati sebagai hero yang membawa keberkahan bagi orang-orang eropa, sehingga bisa mendiami Amerika. Namun, saat ini persepsi tentang dia berubah karena perbuatan Columbus di masa lalu bukan dianggap kejahatan, saat ini dianggap kejahatan.
Perbuatan dia itu, sebagaimana di ulas dalam history.com : 1) menjadikan orang-orang asli Amerika (Indian) sebagai budak dan dengan kejam, 2) meng-Kristen-kan mereka secara pakasa dan 3) membawa penyakit baru ke orang-orang Indian (the introduction of a host of new diseases that would have dramatic long – term effects on native people in the Americas). Karena berubahnya persepsi tentang perbudakan, maka di beberapa negara bagian Amerika seperti South Dakota, Florida, Hawaii, Vermont, New Mexico dan Maine, saat ini Columbus dianggap penjahat.
Dalam kecanggihan big data saat ini, mengenali seseorang dapat dilakukan dengan cepat. Orang-orang elite berbohong dapat diketahui karena big data akan memperlihatkan siapa mereka. Seorang pemilik korporasi, atau perjalanan hidupnya mayoritas dalam perusahaan, misalnya, pastilah menjalani prinsip kehidupan ekonomi “dengan modal sekecil-kecilnya untuk dapat untung sebesar-besarnya”, “mendahulukan untung duluan baru kelompok bisnisnya baru sisanya dibagi orang lain sebagai CSR” dan terakhir “market place” adalah satu-satunya ruang (dominan) kehidupan di dunia.
Jika orang-orang bisnis, misalnya, bekerja katanya untuk kepentingan rakyat, itu sulit terjadi. Bukan tidak mungkin, namun hampir mustahil. Sehingga jika ada pejabat publik dari kalangan bisnis ingin jadi pahlawan, maka media atau kelompok-kelompok PR (propanda) harus bekerja ekstra keras menceritakan sisi tertentu terkait keuntungan yang diperoleh rakyat atas kehadiran dirinya. Ini adalah kerja pencitraan.