Eramuslim.com – Saya sudah berkali kali mengingatkan dan menuliskan bahwa sepanjang tahun 2018 ini rupiah cenderung akan melemah. Mungkin saja ada waktu-waktu tertentu rupiah seperti menguat, tetapi itu hanya sementara saja dan selanjutnya akan melemah lagi.
Jadi kalau ditarik garis lurus atau berjangka relatif panjang, pergerakan rupiah akan terus melemah. Rupiah kalau menguat sifatnya sementara saja, misalnya karena bunga rupiah dinaikkan atau dolar pas melemah karena faktor yang tidak ada hubungannya dengan ekonomi Indonesia, atau karena sedang ada intervensi di pasar valas oleh BI dan lain-lain. Tetapi semua “obat kuat” itu bukannya tidak berisiko. Naikkan bunga akan memberatkan perekonomian kita dan semakin sulit bersaing dengan negara lain. Intervensi valas akan menggerus cadangan devisa kita yang terus menurun. Karena inti melemahnya rupiah adalah supply dolar atau pemasukan dolar ke ekonomi Indonesia LEBIH KECIL dari demand atau permintaan atau kebutuhan akan dolar, maka rupiah melemah.
Dalam bahasa ekonominya adalah karena defisit transaksi berjalan Indonesia tahun ini diperkirakan USD25Miliar. Defisit atau ketekoran inilah sumber utama melemah nya rupiah terhadap dolar. Jadi jangan bingung atau terus menerus menyalahkan ekonomi global dan sebagainya.
Defisit transaksi berjalan ini terjadi karena Neraca Perdagangan (ekspor minus import barang dagangan) kita defisit. Begitu pula Neraca Transaksi Jasa yg defisit. Pemerintah menyoba menutupi defisit valas ini dengan banyak cara antara lain dengan menarik utang valas atau hot money lainnya. Ini bukan cara yg sehat dan bahkan bisa semakin terjerumus. Fundamental ekonomi yang lemah ini juga diikuti dengan defist APBN. Jadi praktis ekonomi Indonesia ini defisit atau tekor dari semua jurusan.
Utang valas pemerintah dan swasta termasuk BUMN yg konsisten naik tajam juga mulai mengkhawatirkan kreditur pada umumnya bahwa jangan jangan kedepannya Indonesia akan kesulitan atau gagal bayar utang.
Di lain pihak pasar juga melihat ketergantungan ekonomi Indonesia pada barang import terutama pangan dan energi yg mau tidak mau akan membutuhkan valas. Klo mau “melihat” bagaimana lemahnya APBN kita dan ketergantungan kita pada import (yg berarti perlu valas), saya punya 2 (dua) pertanyaan atau alat uji yg sederhana yaitu: